Seberapa Puas Publik Terhadap Lembaga Peradilan? Ini Dia Hasilnya
Utama

Seberapa Puas Publik Terhadap Lembaga Peradilan? Ini Dia Hasilnya

Dari sisi layanan lembaga pengadilan, Layanan Pendampingan Hukum yang diperankan oleh Posbakum mendapatkan indeks kepuasan tertinggi, disusul Layanan Mediasi dan Layanan Administrasi dan Sidang serta Layanan Informasi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Seberapa Puas Publik Terhadap Lembaga Peradilan? Ini Dia Hasilnya
Hukumonline

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dengan Badan Pengawas Mahkamah Agung didukung Proyek SUSTAIN EU-UNDP, melakukan survei kepuasan publik terhadap lembaga pengadilan di 60 satuan kerja lembaga pengadilan (Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama) di 20 Provinsi di Indonesia. Survei dilakukan pada 21 Januari s/d 15 Februari 2019 melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner.

 

Total sebanyak 720 responden pengguna layanan pengadilan dari 20 provinsi yakni Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua yang ikut survei. Selain itu survei juga dilakukan wawancara ke beberapa peegak hukum.

 

“Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya reformasi mewujudan tata kelola lembaga  pengadilan yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Hasil dari survei ini kepuasan masyarakat terhadap pengadilan meningkat. Namun masih banyak pekerjaan rumah dan masih banyak melakukan perbaikan dalam pelayanan di pengadilan,” kata Ketua Team Leader LP3ES Alvon Kurnia Palma, ketika dikonfirmasi Hukumonline, (28/05).

 

Ia memaparkan hasil survei menunjukkan, secara keseluruhan indeks kepuasan publik terhadap lembaga pengadilan sebesar 76% berada pada kategori baik. Namun, angka ini relatif moderat jika dibandingkan hasil pengukuran internal di mana tingkat kepuasan publik rata-ratanya sebesar 79,8%. Jika dibandingkan dengan baseline indeks kepuasan tahun 2013 sebesar 69,3%, hasil studi kepuasan publik sekarang ini, mengalami peningkatan sebesar 6,7% poin dalam kurun waktu lima tahun (2014 – 2018).

 

Alvon juga juga menunjukkan, dari berbagai layanan yang diberikan lembaga-lembaga pengadilan, Layanan Pendampingan Hukum yang diperankan oleh Pos Bantuan Hukum (Posbakum)/advokat piket mendapatkan indeks kepuasan tertinggi (79%), disusul Layanan Mediasi dan Layanan Administrasi dan Sidang (masing-masing 75%), serta Layanan Informasi (74%).

 

Menurutnya, kepuasan Layanan Pendampingan Hukum, SDM Posbakum dinilai sudah cakap dalam memberi saran hukum, namun kelengkapan dan keakuratan informasi di lembaga peradilan masih perlu ditingkatkan. Selain itu, publik juga menilai rendah ketersediaan ruangan/kantor  dan alat penunjang kerja Posbakum, kebersihan toilet, sehingga variabel-variabel ini perlu ditingkatkan oleh lembaga peradilan dalam meningkatkan layanan pendampingan hukum ke depan.

 

Baca:

 

Dalam hal Layanan Informasi, lanjut Alvon,  sejumlah variabel seperti keberadaan meja informasi, kebersihan ruang tunggu, jumlah media informasi dan penempatannya mendapatkan penilaian tinggi dari publik meskipun dianggap bukan variabel yang penting. Sebaliknya, variabel lain sepertinya perlu pemisahan ruangan bagi perokok dan non perokok, kebersian toilet, dan kapasitas ruang tunggu dinilai rendah. Meski ini juga bukan dianggap sebagai variabel penting, tetapi lembaga-lembaga  pengadilan  perlu memperhatikan variabel yang mendapatkan skor rendah ini jika ingin meningkatkan layanan di bidang ini dengan lebih baik lagi.

 

“Terkait  dengan kepuasan terhadap Layanan Administrasi dan Persidangan, sejumlah variabel seperti petugas layanan informasi, kejelasan prosedur pendaftaran, akurasi informasi, kejelasan prosedur pengembalian sisa panjar dan ketertiban pembayaran  memiliki skor rata-rata yang tinggi. Penilaian ini menunjukkan kondisi terkait variabel-variabel ini umumnya relatif baik berdasarkan penilaian publik,” tuturnya.

 

Namun sebaliknya, Alvon mengatakan publik memberikan penilaian yang relatif kurang untuk variabel ketepatan waktu pemeriksanaan, ketepatan waktu penyelesaian administrasi, dan kejelasan prosedur permohonan. Dengan demikian, tiga variabel dengan skor rendah ini penting mendapat perhatian bagi lembaga-lembaga pengadilan dalam upaya meningkatkan pelayanan di bidang Administrasi dan Persidangan.

 

Sementara itu, ia menjelaskan dalam hal kepuasan Layanan Mediasi, penilaian publik terhadap fisik pendukung layanan seperti  kondisi meja informasi dan  kondisi ruang mediasi mendapatkan penilaian cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor penilaian yang cenderung tinggi.

 

“Variabel-variabel yang mendapatkan skor penilaian rendah dan perlu mendapatkan prioritas dalam upaya penataan layanan oleh lembaga-lembaga pengadilan ke depan adalah: ruang kaukus, pemisahan ruang bagi perokok dan non-perokok, pengaturan ruang mediasi, dan proporsi jumlah mediator,” katanya.

 

Lebih jauh, kata dia, survei ini sampai pada kesimpulan bahwa kepuasan pelayanan publik di pengadilan tidak bergantung pada keputusan hukum atas dirinya. Tetapi, sebagaimana data menunjukkan, kepuasan terhadap fisik sarana/prasarana, ketersediaan layanan, kehandalan layanan, dan respon layanan terhadap penguna adminitrasi dan layanan persidangan, informasi, mediasi dan layanan Posbakum yang ada di pengadilan, berpengaruh terhadap penilaian publik terhadap kepuasan pelayanan lembaga-lembaga pengadilan. 

 

Baca:

 

Alvon menyatakan, meskipun penilaian masyarakat terhadap lembaga-lembaga pengadilan di 20 provinsi relatif baik, namun Mahkamah Agung dan jajaran lembaga pengadilan di bawahnya masih memiliki “pekerjaan rumah” yang penting. “MA masih harus terus meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan, terutama menyangkut sarana dan prasarana, kehandalan pegawasi dalam mendukung kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), meningkatkan layanan informasi dan layanan pengadilan, menjamin pelayanan mediasi yang lebh baik lagi ke depan,” paparnya.

 

Menanggapi hasil studi yang dilakukan LP3ES, Kepala Badan Pengawas MA Nugroho Setiadji menyatakan apresasi positif. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa peningkatan pelayanan merupakan bagian dari tuntutan tata kelola kelembagaan yang baik (good governance), sesuai dengan semangat reformasi lembaga-lembaga pengadilan di Indonesia yang tengah digaungkan selama ini. 

 

“Studi kepuasan publik ini akan kami jadikan masukan sebagai acuan untuk penyempurnaan internal, terutama peningkatan pelayanan publik oleh lembaga-lembaga pengadilan di seluruh Indonesia,” kata Nugroho.

 

Sebagaimana diketahui, penelitian ini menggunakan metoda campuran (mix-method), yakni survei, observasi dan wawawncara mendalam. Survei digunakan untuk mencari pola umum atau generalisasi pendapat masyarakat pengguna layanan pengadilan. Observasi digunakan untuk mengamati latar penelitian seperti ketersediaan fasilitas/sarana-prasarana layanan pengadilan dan perilaku proses pelayanan publik di lembaga-lembaga pengadilan.

 

Sedangkan wawancara mendalam digunakan untuk mendalami segi-segi penelitian terhadap informan yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang memadai (well-informed person). Pengumpulan data survei dilakukan pada 21 Januari s/d 15 Februari 2019 melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner. Survei melibatkan total 720 responden pengguna layanan pengadilan. Sementara wawancara mendalam ditujukan kepada informan yang mewakili pemangku kepentingan terkait lembaga pengadilan, terdiri dari empat pilar pengadilan, advokat, akademisi, jaksa, dan masyarakat pencari keadilan.

Tags:

Berita Terkait