Tiga Puluh Tahun KUHAP
Berita

Tiga Puluh Tahun KUHAP

Tepat pada 31 Desember 2011, KUHAP memasuki usia 30 tahun. Upaya memperbaiki ‘karya agung’ bangsa Indonesia itu masih terkendala.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Akademisi, praktisi, dan aparat pemerintah bukan tak menyadari pentingnya perubahan KUHAP. Tim penyusun telah merampungkan sebuah naskah Rancangan Undang-Undang (RUU). Penyusunan melibatkan polisi, jaksa, hakim, advokat, dan akademisi. Beberapa kali diskusi digelar membahas RUU KUHAP.

 

Naskah RUU KUHAP yang ada saat ini terdiri dari 268 pasal. Menteri Hukum dan HAM era Patrialis Akbar sudah pernah mengirimkan naskah itu kepada Presiden. Namun pada 4 Februari 2010, Menteri Sekretaris Negara mengembalikan naskah ke Menteri dengan catatan untuk dibahas kembali bersama instansi terkait.

 

Seorang polisi yang pernah ikut membahas RUU KUHAP bercerita masih ada perbedaan pandangan antar pemangku kepentingan, terutama mengenai konsep-konsep baru. Polisi dan hakim misalnya kurang sreg dengan sistim hakim komisaris yang diperkenalkan RUU KUHAP untuk menggantikan sistim praperadilan. Untuk mendapatkan fakta empiris mengenai hakim komisaris itu Polri sampai mengadakan kajian khusus dan studi banding.

 

Keberatan polisi terhadap RUU KUHAP, kata seorang sumber di Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, disampaikan secara tertulis. Selembar surat Kapolri melayang ke Presiden. Setelah adanya surat keberatan dari Polri itulah draf RUU KUHAP dikembalikan Menteri Sekretaris Negara.

 

Dari Senayan, kabar menggembirakan selalu datang. RUU KUHAP –dan RUU KUHP—sudah berkali-kali masuk program legislasi nasional (Prolegnas). Terakhir, dalam rapat 23 November 2011, DPR dan Pemerintah sepakat untuk memasukkan RUU KUHAP sebagai RUU prioritas tahun pembahasan 2012.

 

Masuk Prolegnas 2012 tidak menjamin bahwa RUU KUHAP akan dibahas dan disahkan. Apalagi, pada tataran akademisi, pembahasan RUU KUHAP sulit dilepaskan dari Buku I RUU KUHP mengenai ketentuan umum hukum pidana nasional. Pembahasan kedua bagian itu, kata Mudzakkir, perlu disinkronkan.

 

Memasuki usia 30 tahun, KUHAP masih menjadi ‘karya agung’ yang bolong pada beberapa bagian. Sekaligus mengembalikan hukum pidana formil yang banyak diatur dalam banyak peraturan ke khittah yang benar. Selama hampir 30 tahun terakhir kita menyaksikan politik tambal sulam yang terus berlangsung menyempurnakan kelemahan dan kekurangan hukum acara pidana. Tujuan terakhirnya tentu agar KUHAP benar-benar memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia, persamaan kedudukan dalam hukum, serta keadilan dan kepastian hukum.

Tags:

Berita Terkait