Wakil Ketua MA Non-Yudisial: “Kami Ingin Bersanding, Bukan Bertanding”
Hubungan Antarlembaga:

Wakil Ketua MA Non-Yudisial: “Kami Ingin Bersanding, Bukan Bertanding”

Petinggi Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung singgung sinergitas kedua lembaga. Kewenangan yang sulit dijalankan, seperti upaya paksa terhadap saksi, perlu dibahas dan dikaji ulang.

Muhammad Yasin
Bacaan 4 Menit
Raker Komisi Yudisial 2021 diselenggarakan dengan menghadirkan narasumber dari luar, antara lain dari Komisi III DPR (foto) dan Mahkamah Agung. Foto: Komisi Yudisial.
Raker Komisi Yudisial 2021 diselenggarakan dengan menghadirkan narasumber dari luar, antara lain dari Komisi III DPR (foto) dan Mahkamah Agung. Foto: Komisi Yudisial.

Komisi Yudisial menggelar Rapat Kerja Nasional Tahun 2021 bertema ‘Menuju KY yang Sakti’ (Sinergi, Akuntabel, Kredibel, Transparan, Integritas). Raker kali ini tak hanya diisi pembahas dari internal, tetapi juga dari luar Komisi Yudisial. Menurut Ketua Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, tema ini menuntu seluruh jajaran Komisi Yudisial untuk solid dan bekerjasama membangun sinergi, baik di internal Komisi Yudisial maupun dengan pemangku kepentingan di luar Komisi Yudisial. “KY tidak mungkin menjalankan fungsi dan tugas serta kewenangannya dalam bidang penegakan hukum sendiri. Kita harus bekerjasama,” ujarnya saat memberikan sambutan.

Dalam sesi raker hari pertama, ada sejumlah masukan dari pemangku kepentingan, misalnya dari Mahkamah Agung dan Komisi III DPR. Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial, Sunarto, mengatakan Mahkamah Agung berkepentingan agar sinergitas dapat diwujudkan dan dijalankan dengan baik. Martabat dan wibawa hakim dapat dijaga jika Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung bersinergi sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.

Visi dan misi Mahkamah Agung untuk membangunan peradilan yang agung dan modern mustahil tercapai tanpa dukungan pemangku kepentingan lain. Ia yakin Komisi Yudisial juga punya keinginan yang sama, membangun peradilan yang bersih. Itu sebabnya, Sunarto mengkritik narasi yang menggambarkan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bertanding dan bersaing dalam penyelenggaraan tugas dan wewenang. “Kami ingin bersanding, bukan ingin bertanding,” ujarnya saat jadi pembicara dalam Raker Komisi Yudisial, Selasa (9/2/2021).

Dijelaskan Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (2017) itu pengawasan hakim tidak bisa dilakukan seperti pertandingan sepakbola, satu lawan satu. Ada sekitar 8.200 hakim seluruh Indonesia yang harus diawasi, dan itu tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Komisi Yudisial, atau oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Faktanya, jumlah pengawas dan yang diawasi tidak seimbang, sehingga perlu ada sinergitas antarlembaga pengawas. Semakin banyak yang mengawasi, seharusnya pengawasan semakin efektif.

Namun, menurut Sunarto, yang paling mendasar adalah bagaimana menjaga kemandirian internal pribadi hakim. Hakim secara pribadi menjaga kemandiriannya dalam menangani dan memutus perkara. Menjaga kemandirian internal inilah yang menjadi tantangan, dan harus dikaji oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial secara bersama-sama. Misalnya, bagaimana mengubah mindset hakim bahwa hakim bertugas memberikan pelayanan kepada pencari keadilan, bukan justru untuk melayani kepentingan pribadi hakim itu sendiri. Demikian pula membangun zona bebas korupsi di lingkungan peradilan, membangun peradilan yang bersih. “Di sini peran Komisi Yudisial tidak kecil, (justru) sangat besar,” imbuh hakim kelahiran 11 April 1959 itu.

Berkaitan dengan sinergitas itu, pada 27 Januari lalu, pimpinan dan anggota Komisi Yudisial telah melakukan kunjungan ke Mahkamah Agung. Ini merupakan pertemuan pertama antara komisioner Komisi Yudisial periode 2020-2025 dengan Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua dan para Ketua Kamar. Ketua Komisi Yudisial, Mukti Fajar, mengatakan pertemuan ini bertujuan mempererat silaturrahim dan meningkatkan sinergitas kedua lembaga.Ia berharap ke depan hubungan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial menjadi lebih kuat dan optimal.

Sinergitas Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung adalah kebutuhan bersama kedua lembaga yang saling melengkapi. Kedua lembaga bersama-sama bertugas menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman dan menjaga harkat dan martabat dunia peradilan. Dalam konteks kekuasaan kehakiman, Sunarto menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dan kebebasan hakim tidaklah bersifat mutlak. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka tidak diartikan sebagai kemandirian mutlak tanpa batas. Ada tanggung jawab hakim ketika memutus perkara; ada rambu-rambu hukum acara dan etika yang harus dipatuhi. “Harus diartikan sebagai kemandirian atau kebebasan yang relatif,” tegasnya.

Dalam konteks itu pula seyogianya Komisi Yudisial hadir, ikut bersama-sama Mahkamah Agung melakukan pengawasan, baik pengawasan preemptive dan preventif maupun pengawasan represif. Dalam rangka menjalankan pengawasan itu, Sunarto berharap Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung saling menghormati, saling mengkritisi, dan saling berbagi informasi berdasarkan asas keterbukaan. “Komunikasi harus ditumbuhkembangkan dalam bentuk apapun,” imbuhnya.

Harapan Anggota DPR

Senada, anggota Komisi III DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, berharap Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung duduk bersama membahas hal-hal yang selama ini menjadi batu sandungan dalam hubungan kedua lembaga. Jika perlu, duduk bersama dilakukan dengan Komisi III DPR sebagai minta kerja Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu berharap Komisi Yudisial juga menjalankan tupoksinya dengan kuat agar pengawas eksternal hakim ini benar-benar ‘sakti’ sesuai tema rapat kerja. Salah satu yang perlu dilakukan adalah penguatan struktur organisasi Komisi Yudisial. Dukungan anggaran juga penting agar Komisi Yudisial dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan baik.

Namun demikian, Cucun Ahmad Syamsurijal membuat sejumlah catatan yang perlu mendapat perhatian Komisi Yudisial dalam rangka penguatan kelembagaan dan sinergitas. Catatan ini dapat disebut sebagai bagian dari persoalan yang selama ini sering mencuat ke permukaan. Pertama, narasi bahwa Komisi Yudisial dipandang sebagai kompetitor bagi Mahkamah Agung. Untuk menghilangkan narasi ini, Cucun menyarankan Komisi Yudisial duduk bersama dan sering menjalin komunikasi.

Kedua, perlu membahas dan mengkaji ulang ketentuan mengenai pemanggilan paksa. Pasal 22 A UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, mengatur kewenangan Komisi Yudisial memanggil dan meminta keterangan saksi. Apabila saksi tidak memenuhi panggilan tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, maka Komisi Yudisial dapat memanggil secara paksa sesuai ketentuan perundang-undangan. Di lapangan, ketentuan ini menimbulkan masalah karena keengganan aparat penegak hukum ‘membantu’ pemanggilan paksa. Cucun menduga agak berat bagi kepolisian menjalankan upaya paksa itu karena yang diproses Komisi Yudisial bukanlah tindak pidana, melainkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH).

Ketiga, belum berjalannya ketentuan penyadapan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 18 Tahun 2011. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim. Menurut Cucun, ketentuan penyadapan masih harus menunggu RUU Penyadapan yang sampai saat ini belum dibahas meskipun masuk Prolegnas jangka panjang. Namun, yang tak kalah penting untuk diperhatikan Komisi Yudisial, adalah perkembangan dunia elektronik yang mempengaruhi banyak sektor kehidupan. Pengawasan menggunakan sarana elektronik, termasuk mengawasi sidang-sidang yang digelar secara daring, merupakan tantangan bagi Komisi Yudisial.

Keempat, usulan penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial. Selama ini tidak semua rekomendasi penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial dijalankan oleh Mahkamah Agung. Dalam konteks ini, anggota Komisi III DPR itu berharap Komisi Yudisial duduk satu meja dengan Mahkamah Agung agar ada kesepahaman dalam penjatuhan sanksi. Kedua lembaga harus sering menjalin komunikasi agar ke depan sinergitas terjallin dan terjaga dengan baik.

Tags:

Berita Terkait