Waspada! Ini Daftar 227 Entitas Fintech Ilegal
Berita

Waspada! Ini Daftar 227 Entitas Fintech Ilegal

Satgas Waspada Investasi akan melaporkan 227 entitas tersebut kepada Bareskrim Polri dan meminta Kemenkominfo) untuk memblokir situs dan aplikasi entitas fintech ilegal tersebut jika tidak menghapus aplikasi layanannya sendiri.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing (kanan) menyampaikan daftar 227 entitas fintech P2P ilegal di Gedung OJK, Jumat (27/7). Foto: MJR
Ketua Tim Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing (kanan) menyampaikan daftar 227 entitas fintech P2P ilegal di Gedung OJK, Jumat (27/7). Foto: MJR

Industri keuangan berbasis internet atau financial technolgy (fintech) segmen peer to peer lending (P2P) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan signifikan. Nama-nama baru perusahaan-perusahaan fintech mulai bermunculan dengan menawarkan produk keuangan yang menarik bagi masyarakat.

 

Namun, di tengah kondisi tersebut, banyak juga fintech P2P yang ternyata belum memiliki izin dari regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) alias ilegal. Bahkan, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) menemukan sebanyak 227 entitas fintech P2P beroperasi tanpa mengantongi izin dari otoritas. Daftar 227 Entitas Fintech P2P Tidak Berizin

 

Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing menyatakan entitas fintech untuk dapat beroperasi melayani masyarakat harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016. Dia menjelaskan dalam ketentuan tersebut, entitas fintech harus merupakan badan hukum berbentuk koperasi atau perseroan terbatas (PT), memiliki kantor cabang bagi perusahaan fintech asing dan nama-nama pengurus entitas.

 

Tongam menjelaskan tidak berizinnya entitas tersebut berpotensi tinggi merugikan masyarakat, terutama emberi dana atau investor dan juga peminjam. Berbeda dengan perusahaan fintech berizin, para nasabah dari entitas fintech “bodong” tersebut tidak mendapat perlindungan dari OJK apabila terjadi sengketa. Sebab, menurut Tongam, OJK tidak memiliki kewenangan menindak perusahaan fintech ilegal tersebut.

 

“Kami menemukan 227 entitas yang melakukan kegiatan usaha peer to peer lending tidak terdaftar atau tidak memiliki izin usaha dalam penawaran produknya, sehingga berpotensi merugikan masyarakat,” kata Tongam di Gedung OJK, Jumat (27/72/2018).

 

Sayangnya, Tongam mengaku kesulitan memperkirakan kerugian yang telah ditimbulkan dari kegiatan fintech P2P ilegal tersebut. “Kami tidak bisa menyampaikan datanya karena kegiatan mereka di luar pengawasan kami,” tegasnya.

 

Meski begitu, Satgas Waspada Investasi telah memanggil 227 entitas tersebut untuk diminta segera mendaftarkan perusahaannya kepada OJK pada Rabu (25/7/2018) kemarin. Dari hasil pertemuan tersebut, Tongam menjelaskan sudah ada entitas yang melakukan penghapusan layanannya di internet.

 

Sedangkan, bagi entitas yang belum menghapus layanannya, Tongam akan melaporkan entitas tersebut kepada Badan Reserse Kriminal Polri dan juga meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk memblokir situs dan aplikasi entitas fintech ilegal tersebut. Kemudian, Tim Satgas Waspada Investasi juga meminta kepada perbankan melakukan pemblokiran rekening terhadap entitas tersebut.

 

Selain merugikan masyarakat secara langsung, kegiatan fintech P2P ilegal tersebut dikhawatirkan menjadi tempat tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kemudian, kerahasiaan data konsumen juga dapat disalahgunakan oleh penyelenggara karena tidak terdapat perlindungan terhadap pengguna. Kegiatan fintech P2P ilegal ini juga berpotensi menghilangkan penerimaan pajak bagi negara.

 

Tongam memperkirakan kegiatan fintech P2P ilegal ini telah berkembang luas di masyarakat. Bahkan, dia menjelaskan terdapat salah satu entitas fintech tersebut telah diunduh oleh masyarkat sebanyak 100 ribu kali. “Dari 227 entitas ini ada yang enggak punya nasabah, tapi ada juga yang punya nasabah. Kami lihat ada yang member-nya sudah mencapai 100 ribu dilihat dari download-nya. Ada juga yang fintech baru muncul tapi langsung kami ‘injak’,” kata Tongam.    

 

Melihat kondisi demikian, Tongam mengimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur terdahap imbal hasil dan kemudahan yang ditawarkan perusahaan fintech ilegal tersebut. Menurut Tongam, imbal hasil yang tidak wajar merupakan salah satu ciri-ciri dari investasi ilegal. Baca juga: Masyarakat Diminta Waspadai Penawaran Produk Investasi dari 57 Entitas

 

Kemudian, masyarakat juga diimbau untuk teliti memilih perusahaan fintech dengan cara mengetahui terlebih dahulu kejelasan lokasi perusahaan. Tongam menjelaskan dari 227 entitas ilegal tersebut mayoritas tidak memiliki alamat kantor yang jelas. Terlebih lagi, dari daftar entitas ilegal tersebut merupakan entitas asing terutama dari Cina.

 

Tongam menjelaskan dalam berinvestasi terdapat dua hal yang harus dipahami masyarakat yaitu imbal hasil dan tingkat risiko. Menurutnya, setiap investor perlu mengenali profil risiko dari masing-masing entitas sebelum berinvestasi, sehingga dapat memilih instrumen yang paling sesuai dengan kebutuhannya. Sayangnya, investor seringkali hanya memperhatikan tingkat imbal hasil, namun tidak menjelaskan potensi risiko yang bakal dialami seperti kerugian dan gagal bayar.

 

Untuk mengetahui daftar fintech P2P berizin, masyarakat dapat melihat langsung situs OJK untuk mengetahui daftar perusahaan fintech berizin. Hingga saat ini, OJK mencatat sebanyak 63 perusahaan fintech secara keseluruhan yang telah terdaftar. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan awal Juni yang tercatat sebanyak 54 perusahaan. Untuk mengetahui daftar perusahaan fintech berizin tersebut, masyarakat dapat mengaksesnya di situs “Fintech P2P Terdaftar”.

Tags:

Berita Terkait