Logo hukumonline
KlinikBerita
New
Hukumonline Stream
Data PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Cara Lain Untuk Bercerai Selain Melalui Penjatuhan Talak?

Share
Keluarga

Adakah Cara Lain Untuk Bercerai Selain Melalui Penjatuhan Talak?

Adakah Cara Lain Untuk Bercerai Selain Melalui Penjatuhan Talak?
NAYARA AdvocacyNAYARA Advocacy

Bacaan 13 Menit

Article Klinik

PERTANYAAN

Kasus masalah perceraian: istri menggugat suami ke Pengadilan Agama setempat, dengan alasan KDRT yang dilakukan suaminya. Pengadilan telah memanggil suami sebagai tergugat untuk hadir di persidangan, namun suami tidak hadir. Usut punya usut, ketidakhadiran suami tersebut karena ia berkeyakinan bahwa talak hanya dapat dijatuhkan jika suami berniat menjatuhkan talak kepada Istri dan pengadilan tidak punya kewenangan itu. Menurut anda bagaimana penjelasan di atas dan apakah talak tersebut layak jatuh atau tidak?

Daftar Isi

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat

    31 Mei, 2024

    Perbedaan Cerai Talak dan Cerai Gugat

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    NAYARA Advocacy merupakan lawfirm yang mengkhususkan keahliannya dalam bidang hukum perorangan dan hukum keluarga.

    Untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan hubungi +6221 - 22837970 atau email ke: [email protected]

    Website : http://www.nayaraadvocacycom


      

     

     

    Intisari:

     

     

    Pendapat suami tersebut salah karena perceraian dapat terjadi karena gugatan perceraian, bukan hanya karena talak dari suami. Dalam hal ini KHI memberikan kesempatan bagi istri untuk mengajukan gugatan perceraian selama alasan-alasan perceraian terpenuhi.

     

    Ketidakhadiran suami sebagai tergugat selama persidangan tidak menghambat proses gugatan perceraian yang diajukan oleh si istri. Selanjutnya apabila suami telah dipanggil secara layak dan patut oleh Pengadilan Agama namun suami tetap tidak menghadiri persidangan maka majelis Hakim dapat melanjutkan proses persidangan tanpa kehadiran suami. Tetapi perlu diingat ketidakhadiran suami tersebut tidak serta merta dapat mengabulkan gugatan perceraian istri. Istri harus tetap dapat membuktikan alasan-alasan perceraian.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda. Kami akan mencoba memberikan jawaban terbaik atas pertanyaan yang Anda ajukan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Namun demikian sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan memberikan penjelasan mengenai putusnya ikatan perkawainan.

     

    Ketentuan mengenai putusnya ikatan perkawinan dan akibat-akibatnya, secara umum diatur di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU No. 1/1974”), yang kemudian diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP No. 9/1975”). Lebih khusus bagi orang-orang yang beragama Islam, ketentuan mengenai putusnya ikatan perkawinan dan akibat-akibatnya diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

     

    Menurut Pasal 38 UU No. 1/1974 putusnya ikatan perkawinan dapat disebabkan karena kematian, perceraian, dan keputusan pengadilan.

     

    Sedangkan putusnya ikatan perkawinan yang disebabkan karena perceraian berdasarkan Pasal 114 KHI, dapat terjadi karena talak atau karena gugatan perceraian.

     

    Pengertian talak berdasarkan Pasal 117 KHI adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

     

    Berdasarkan Pasal 115 KHI, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (suami-istri).

     

    Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka pendapat suami tersebut salah. Ini karena perceraian dapat terjadi karena gugatan perceraian, bukan hanya karena talak dari suami. Dalam hal ini KHI memberikan kesempatan bagi istri untuk mengajukan gugatan perceraian selama alasan-alasan perceraian terpenuhi.

     

    Apa sajakah alasan perceraian tersebut? Perceraian dapat terjadi karena satu atau lebih alasan berikut:[1]

    a.    Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

    b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

    c.    Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

    d.    Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;

    e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

    f.     Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;

    g.    Suami melanggar taklik talak;

    h.    Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.

     

    Jadi, ketidakhadiran suami sebagai tergugat selama persidangan tidak menghambat proses gugatan perceraian yang diajukan oleh si istri. Selanjutnya apabila suami telah dipanggil secara layak dan patut oleh Pengadilan Agama namun demikian suami tetap tidak menghadiri persidangan maka majelis Hakim dapat melanjutkan proses persidangan tanpa kehadiran suami. Tetapi perlu diingat ketidakhadiran suami tersebut tidak serta merta dapat mengabulkan gugatan perceraian istri. Istri harus tetap dapat membuktikan alasan-alasan perceraian.

     

    Apabila gugatan perceraian dikabulkan oleh Pengadilan maka perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

     

     

     



    [1] Pasal 116 KHI dan Pasal 19 PP No. 9/1975

     

    TAGS

    Punya masalah hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Powered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Semua

    TIPS HUKUM

    Lihat Semua
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?