Saya memiliki sebidang tanah dengan sertifikat SHM. Sebelumnya tanah yang saya miliki adalah persawahan. Saat ini saya berencana membangun rumah di atasnya. Ketika saya mengurus PBG/IMB ternyata tidak bisa terbit dengan alasan tanah saya berada di RTH (ruang terbuka hijau) berdasarkan Perda. Bagaimana solusi hukumnya terhadap kasus yang saya hadapi? Apakah saya tetap boleh membangun rumah di atas tanah saya? Terima kasih.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Ruang Terbuka Hijau sebagaimana Anda maksud terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat. Di sisi lain, terdapat pula Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (“RTHKP”) yang salah satunya mencakup lahan pertanian perkotaan.
Oleh karenanya, kami menyarankan Anda jangan memaksakan kehendak untuk tetap membangun rumah/bangunan di atas tanah sebelum mengetahui atau memastikan terlebih dahulu status tanah tersebut. Sebab, sepanjang penelusuran kami, untuk RTHKP publik tidak dapat dialihfungsikan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Perlu Anda ketahui sebelumnya, saat ini memang Izin Mendirikan Bangunan (“IMB”) telah dihapus dan digantikan dengan Persetujuan Bangunan Gedung (“PBG”) berdasarkan UU Bangunan Gedung.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lebih lanjut, PBG diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah yang saat ini sudah terbit yaitu PP 16/2021.
PBG adalah perizinan yang diberikan sesuai dengan standar teknis bangunan gedung kepada pemilik bangunan gedung untuk:[1]
membangun baru;
mengubah;
memperluas;
mengurangi; dan/atau
merawat bangunan gedung.
Jadi benar sebelum membangun sebuah rumah, Anda harus mendapatkan PBG terlebih dahulu. PBG harus diajukan pemilik sebelum pelaksanaan konstruksi[2] yang meliputi proses:[3]
Pemilik yang melaksanakan konstruksi sebelum terbitnya PBG akan dikenakan sanksi administrasi yang dapat berupa di antaranya:[5]
peringatan tertulis;
pembatasan kegiatan pembangunan, pemanfaatan, dan pembongkaran;
penghentian sementara atau tetap pada kegiatan tahap pembangunan, pemanfaatan, dan pembongkaran;
penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung.
Ruang Terbuka Hijau
Sebelumnya Anda menyebutkan bahwa tanah Anda berlokasi di Ruang Terbuka Hijau. Pasal 17 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubahPasal 1 angka 31 UU Penataan Ruang menjelaskan definisi dari Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai berikut:
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secaraalamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis,resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
Ruang Terbuka Hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola olehpemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk Ruang Terbuka Hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
Ruang Terbuka Hijau Privat
Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Sebelumnya Anda tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai status Ruang Terbuka Hijau yang Anda maksud hingga Anda mengalami kesulitaan saat hendak membangun rumah. Terlebih, terdapat yang namanya Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (“RTHKP”) yang salah satunya mencakup lahan pertanian perkotaan.
RTHKP ini terdiri dari RTHKP Publik dan RTHKP Privat. Untuk RTHKP Privat menjadi tanggung jawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota, kecuali provinsi DKI Jakarta oleh pemerintah provinsi.[7] Adapun sepanjang penelusuran kami, diatur bahwa RTHKP publik yang tidak dapat dialihfungsikan.[8]
Meski demikian, kami menyarankan Anda untuk tidak memaksakan kehendak untuk tetap membangun rumah/bangunan di atas tanpa mengetahui atau memastikan kembali status tanah yang sebenarnya. Jika Anda tetap bersikeras, Anda justru dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana disebut dalam Pasal 63 UU Penataan Ruang.