Seorang rekan kerja saya pada tahun ini berkesempatan menunaikan ibadah haji. Namun ketika pulang, ia mendapati bahwa gaji yang dia terima dipotong jumlah hari yang dia habiskan selama menjalankan ibadah haji. Apakah ini dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan kita? Mohon jawaban disertai dengan bukti tertulis perundang-undangan yang berlaku saat ini. Terima kasih, Wassalaam.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel “Naik Haji Gaji Dipotong, Pantaskah?” yang dibuat Amrie Hakim, S.H. dan pertama kali diterbitkan pada 13 Oktober 2010.
Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Dalam hal pekerja/buruh yang beragama Islam melaksanakan ibadah haji, maka pekerja/buruh yang bersangkutan tetap berhak menerima upah. Akan tetapi, dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang bersangkutan.
Jika kewajiban pengusaha tersebut tidak dilaksanakan maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam hal pekerja/buruh yang beragama Islam melaksanakan ibadah haji, maka pekerja/buruh yang bersangkutan tetap berhak menerima upah. Pengusaha tetap wajib membayarkan upah kepada pekerja/buruh ketika pekerja/buruh tersebut tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.[1] Dengan ketentuan hanya sekali selama Pekerja/Buruh bekerja di Perusahaan yang bersangkutan.[2]
Jadi, berdasarkan hal-hal di atas, pengusaha tetap wajib membayarkan upah selama pekerja/buruhnya melaksanakan ibadah haji untuk pertama kali. Jika kewajiban tersebut tidak dilaksanakan maka hal tersebut merupakan pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp400 juta.[3]
Tapi, dalam hal ibadah haji yang dilaksanakan rekan Anda tersebut bukan yang pertama kali (artinya ibadah haji tersebut bukan lagi ibadah wajib), maka pengusaha tidak wajib membayar upah pekerja/buruh bersangkutan. Dalam hal ini, perusahaan dapat mengambil kebijakan terhadap rekan Anda sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.