KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pengertian dan Dasar Hukum Autopsi Forensik di Indonesia

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pengertian dan Dasar Hukum Autopsi Forensik di Indonesia

Pengertian dan Dasar Hukum Autopsi Forensik di Indonesia
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pengertian dan Dasar Hukum Autopsi Forensik di Indonesia

PERTANYAAN

Belakangan ini viral kasus dokter forensik menjabarkan hasil autopsi jenazah anak artis dan DJ di Indonesia. Menurut keterangan dokter forensik, hasil autopsi jenazah anak meninggal karena tenggelam. Lantas, apa yang dimaksud dengan autopsi? Apa dasar hukum autopsi di Indonesia? Mengapa autopsi penting untuk pengadilan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Autopsi adalah pemeriksaan mayat dengan cara pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya, atau secara singkat berarti bedah mayat. Autopsi merupakan salah satu ilmu kedokteran sangat penting yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari anatomi manusia, cara mendiagnosa penyakit, menentukan terapi dan hasil autopsi dapat dijadikan alat bukti di pengadilan untuk mengungkap sebab musabab kematian manusia.

    Lantas, apa dasar hukum pelaksanaan autopsi menurut hukum positif Indonesia?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Rekaman Telepon sebagai Alat Bukti dalam UU ITE 2024

    Rekaman Telepon sebagai Alat Bukti dalam UU ITE 2024

     

    Pengertian Autopsi

    Istilah autopsi berasal dari bahasa Latin “autopsia” yang berarti pembedahan mayat. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “autopsy” yang bermakna pemeriksaan terhadap jasad orang yang telah mati, untuk mengetahui penyebab kematiannya.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sedangkan menurut KBBI, autopsi adalah pemeriksaan mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya, atau secara singkat berarti bedah mayat.

    Untuk mengungkap penyebab kematian korban secara tidak wajar, penegak hukum membutuhkan ilmu bantu yaitu ilmu autopsi yang dilaksanakan oleh dokter forensik untuk meneliti bagian-bagian tubuh korban yang masih tersisa, atau tubuh korban yang sudah terlanjur dikubur oleh pihak keluarga. Autopsi merupakan salah satu ilmu kedokteran sangat penting yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari anatomi manusia, cara mendiagnosa penyakit, menentukan terapi dan hasil autopsi dapat dijadikan alat bukti di pengadilan untuk mengungkap sebab musabab kematian manusia.[2]

    Kemudian, ilmu kedokteran sebagai salah satu ilmu bantu dalam hukum pidana sering disebut dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau kedokteran forensik.[3] Sebagai informasi, ilmu kedokteran kehakiman adalah ilmu yang mempergunakan semua cabang ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan.[4]

     

    Mengapa Autopsi Penting untuk Pengadilan?

    Pada dasarnya, tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman.

    Sebagaimana telah dijelaskan, autopsi/bedah mayat forensik bertujuan untuk mengetahui sebab kematian dan cara kematian, misalnya apakah ada pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau mati karena penyakit. Upaya ini sangat dibutuhkan dalam proses peradilan dari tahap penyidikan, penuntutan, sampai pada pemeriksaan di persidangan. Dalam proses penyelesaian perkara pidana, penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti dan fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin, sebagaimana pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam proses peradilan adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil dalam perkara pidana.[5] Lantas, apa dasar hukum autopsi di Indonesia?

     

    Dasar Hukum Autopsi di Indonesia

    Dalam aspek hukum acara pidana di Indonesia, keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang dapat memperjelas suatu fakta dalam kasus pidana. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang dimaksud dengan alat bukti adalah:

    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk;
    5. keterangan terdakwa.

    Apakah yang disebut ahli? Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.[6]

    Baca juga: Alat Bukti Sah Menurut Pasal 184 KUHAP

    Kemudian, keterangan ahli dapat diberikan oleh siapa saja di pengadilan dengan kualifikasi kepakaran tertentu yang berhubungan dengan perkara yang sedang diadili di pengadilan. Misalnya, seorang dokter spesialis di bidang ilmu kedokteran kehakiman mempunyai kepakaran sehingga dapat mengetahui penyebab korban terluka, diracuni ataupun korban mati disebabkan suatu tindakan pidana.[7]

    Baca juga: Autopsi Forensik Sebagai Alat Bukti Perkara Pidana

    Pelaksanaan autopsi forensik telah diatur dalam Pasal 133 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:

    1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya;
    2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat;
    3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

    Selanjutnya, dalam praktik, hasil pemeriksaan bedah mayat tersebut dikenal dengan surat keterangan visum et repertum bedah mayat. Penjelasan lebih lanjut mengenai visum et repertum bedah mayat dapat Anda baca pada artikel Jerat Hukum Pelaku Manipulasi Hasil Autopsi.

    Kemudian, menurut Pasal 134 ayat (1) KUHAP, dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. Jika keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukannya pembedahan tersebut.[8]

    Namun, jika dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera mengirim mayat tersebut kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit dengan memberi label yang memuat identitas mayat, yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.[9]

     

    Sanksi Pidana Mencegah, Menghalangi, atau Menggagalkan Autopsi

    Sebagai informasi, sanksi pidana bagi orang yang mencegah, menghalangi, atau menggagalkan autopsi diatur dalam Pasal 222 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 283 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[10] yaitu tahun 2026.

    Pasal 222 KUHP

    Pasal 283 UU 1/2023

    Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[11]

    Setiap orang yang mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling
    banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[12]

     

    Dari bunyi Pasal 222 KUHP di atas, unsur-unsurnya adalah:

    1. barang siapa;
    2. dengan sengaja;
    3. melakukan perbuatan mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik.

    Adapun menurut Penjelasan Pasal 283 UU 1/2023, yang dimaksud dengan "pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan" adalah pemeriksaan yang
    dilakukan seorang ahli guna mengetahui sebab kematian untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk dilakukan pemeriksaan jenazah.

    Baca juga: Bolehkah Keluarga Korban Tidak Memberi Izin Autopsi Jenazah? Ini Penjelasan Hukumnya

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
    4. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    5. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

     

    Referensi:

    1. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012;
    2. Kastubi. Fungsi Bedah Mayat Forensik (Autopsi) untuk Mencari Kebenaran Materiil dalam Suatu Tindak Pidana. Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13, No. 1, 2016;
    3. Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019;
    4. Yanti Widamayanti. Kumpulan Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Kehakiman: Revisi Keempat. Bogor: MediaDIKA, 2000;
    5. Autopsi, yang diakses pada Selasa, 20 Februari 2024, pukul 00.25 WIB.

    [1] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 30

    [2] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 28

    [3] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 39

    [4] Yanti Widamayanti. Kumpulan Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Kehakiman: Revisi Keempat. Bogor: MediaDIKA, 2000, hal. 1

    [5] Kastubi. Fungsi Bedah Mayat Forensik (Autopsi) untuk Mencari Kebenaran Materiil dalam Suatu Tindak Pidana. Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13, No. 1, 2016, hal. 74-75

    [6] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 273

    [7] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 40

    [8] Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [9] Pasal 134 ayat (3) jo. Pasal 133 ayat (3) KUHAP

    [10] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“UU 1/2023”)

    [11] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali

    [12] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

    Tags

    alat bukti
    acara pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!