Akhir-akhir ini viral sejoli WNA berbuat mesum di kelab Bali. Lantas, apa sanksinya mesum di tempat umum? Apakah WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia dapat dihukum?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, tindak pidana asusila yang dilakukan secara terbuka (di muka umum) diatur dalam Pasal 281. Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, tindak pidana asusila diatur dalam Pasal 406.
Lantas, apa sanksinya melakukan perbuatan asusila di tempat umum? Jika pelaku adalah Warga Negara Asing (“WNA”), apakah WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia dapat dihukum?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Susila, Kesusilaan, dan Asusila
Sebelumnya menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan susila dan kesusilaan. Menurut KBBI, susila adalah baik budi bahasanya, beradab, atau sopan. Lalu, kesusilaan merupakan perihal susila yang berkaitan dengan adab dan sopan santun.
Kemudian, Anda menyebutkan sejoli Warga Negara Asing (“WNA”) berbuat mesum di Kelab Bali. Perbuatan mesum yang Anda maksud kami asumsikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Pada dasarnya, sesuatu yang bertentangan dengan definisi susila dan kesusilaan adalah asusila. Arti asusila menurut KBBI adalah tidak susila atau tidak baik tingkah lakunya. Dalam pengertian lain, asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma atau kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat. Dilihat dari perspektif Pancasila, perbuatan asusila merupakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai moral manusia.[1]
Tindak Pidana Asusila dalam KUHP
Adapun berdasarkan KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[2] yaitu tahun 2026, ketentuan terkait tindak pidana asusila adalah sebagai berikut.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 281 KUHP
Pasal 406 UU 1/2023
Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[3]:
barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta,[4] setiap orang yang:
melanggar kesusilaan di muka umum; atau
melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.
Dari penjelasan diatas, dalam Pasal 281 KUHP maupun Pasal 406 UU 1/2023 unsur dari pasal tindak pidana asusila adalah:
Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 406 huruf a UU 1/2023, yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.
Lebih lanjut, S. R. Sianturi memberikan penjelasan bahwa perbuatan yang melanggar kesopanan juga merupakan pelanggaran kesusilaan. Perbuatan tersebut harus berhubungan dengan kelamin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan rasa malu, rasa jijik, atau menimbulkan rangsangan nafsu birahi orang lain.[5]
Sementara menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 204), mencontohkan kasus asusila adalah bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya.[6]
Selain itu, berikut adalah beberapa contoh tindak pidana asusila mencakup:[7]
seseorang tidak berbusana yang memperlihatkan diri di muka umum (disebut juga sebagai exhibitionism);
sepasang suami istri melakukan perbuatan cabul di muka umum;
sepasang muda-mudi berpeluk-pelukan sedemikian rupa di muka umum sehingga merangsang nafsu birahi bagi yang melihatnya.
Bisakah WNA Dipidana dengan Hukum Pidana Indonesia?
Berdasarkan artikel Bisakah WNA Dipidana dengan Hukum Indonesia?, prinsip yang bisa diterapkan kepada Warga Negara Asing (“WNA”) sebagai pelaku tindak pidana yang terjadi di Indonesia adalah prinsip teritorialitas. Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 51), prinsip teritorialitas adalah prinsip yang menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP dan Pasal 4 huruf a UU 1/2023 yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah negara Indonesia.
Kemudian, menurut Van Hattum, prinsip teritorialitas didasari oleh setiap negara berkewajiban dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah negara masing-masing. Maka dari itu, negara dapat mengadili setiap orang yang melanggar peraturan pidana yang berlaku di negara tersebut.[8]
Selain itu, R. Soesilo juga menjelaskan tiap orang berarti baik Warga Negara Indonesia (“WNI”) maupun WNA, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah Republik Indonesia.[9]
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, WNA yang melakukan tindak pidana asusila di tempat umum di wilayah Indonesia, akan tunduk pada hukum Indonesia. Jika WNA memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023, artinya kedua WNA tersebut bisa diadili sesuai hukum negara Indonesia, berdasarkan prinsip teritorialitas.
[5] J.M Van Bammelen. Hukum Pidana III: Bagian Khusus Delik- Delik Khusus. Jakarta: Bina Cipta, 1986, hal. 177-178, yang dikutip ulang dari Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP. Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021, hal. 114
[6] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1995, hal. 204-309
[7] Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP. Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021, hal. 114
[8] P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: PT Sinar Grafika, 2014, hal. 90
[9] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 29