Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh
Made Wahyu Arthaluhur, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 23 Mei 2018
.
Tentang “Persetujuan Menteri Hukum dan HAM”
Apabila yang Anda maksud dengan “persetujuan Menteri Hukum dan HAM” berkaitan dengan pendirian suatu badan hukum Perseroan Terbatas (Perseroan) yang menjalankan usaha
franchise atau waralaba, hal tersebut adalah benar. Pasal 7 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) mengatur bahwa:
Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
Menteri yang dimaksud adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan Hak Asasi Manusia (“HAM”),
[1] yakni Menteri Hukum dan HAM.
Apabila yang Anda maksud dengan “persetujuan Menteri Hukum dan HAM” berkaitan dengan penyelenggaraan usaha waralaba, maka hal ini tidak tepat. Berikut penjelasannya:
Penyelenggaraan Waralaba
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
Menurut hemat kami, pihak yang berwenang dalam penyelenggaraan waralaba adalah Menteri Perdagangan, bukan Menteri Hukum dan HAM.
Hal ini dikarenakan, pembinaan, evaluasi, dan pengawasan penyelenggaraan waralaba dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pembinaan dan evaluasi oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri Perdagangan.
[2]
Selain itu, Menteri Perdagangan atau Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan waralaba mempunyai kewenangan menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (“STPW”) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (2) Permendag 71/2019 yang berbunyi:
STPW diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri atau Bupati/Walikota.
Maka dari itu, Menteri Perdagangan adalah menteri yang berwenang dalam penyelenggaraan waralaba.
Para pihak dalam waralaba adalah, antara lain:
Pemberi Waralaba
Orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.
[3]Penerima Waralaba
Orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.
[4]Pemberi Waralaba Lanjutan
Penerima Waralaba yang diberi hak oleh pemberi waralaba untuk menunjuk penerima waralaba lanjutan.
[5]Penerima Waralaba Lanjutan
Orang perseorangan atau badan usaha yang menerima hak dari pemberi waralaba lanjutan untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba.
[6]
Selain itu, para pihak dalam penyelenggaraan waralaba juga dibedakan berdasarkan wilayahnya, yaitu penyelenggara waralaba dalam negeri dan luar negeri.
[7]
Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
[8]memiliki ciri khas usaha;
terbukti sudah memberikan keuntungan;
memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
mudah diajarkan dan diaplikasikan;
adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
Kekayaan intelektual yang telah terdaftar.
Kemudian, pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan harus menyampaikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba atau calon penerima waralaba lanjutan paling lambat 2 minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.
[9]
Prospektus penawaran waralaba adalah keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang paling sedikit menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, laporan keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, serta kekayaan intelektual pemberi waralaba.
[10]
Bagi prospektus berbahasa asing harus diterjemahkan secara resmi ke dalam bahasa Indonesia.
[11] Pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba.
[12]
Penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan wajib mendaftarkan perjanjian waralaba tersebut.
[13] Perjanjian waralaba adalah dasar penyelenggaraan waralaba yang dibuat antara para pihak yang mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia yang harus ditulis menggunakan bahasa Indonesia.
[14]
Perjanjian waralaba dibuat berdasarkan hukum Indonesia yang harus disampaikan kepada calon penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan paling lambat 2 minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba.
[15]
Berdasarkan Pasal 10 Permendag 71/2019, para pihak dalam penyelenggaraan waralaba wajib memiliki STPW. Merujuk pada Pasal 1 angka 10 Permendag 71/2019, STPW adalah bukti pendaftaran prospektus penawaran waralaba bagi pemberi waralaba dan pemberi waralaba lanjutan serta bukti pendaftaran perjanjian waralaba bagi penerima waralaba dan penerima waralaba lanjutan yang diberikan setelah memenuhi persyaratan pendaftaran.
Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi memproses permohonan STPW yang diajukan melalui lembaga
Online Single Submission (OSS), yang terdiri atas:
[16]STPW Pemberi Waralaba berasal dari luar negeri;
STPW Pemberi Waralaba berasal dari dalam negeri;
STPW Penerima Waralaba dari Waralaba luar negeri;
STPW Pemberi Waralaba Lanjutan dan Waralaba luar negeri; dan
STPW Pemberi Waralaba Lanjutan dan Waralaba dalam negeri.
Dinas yang membidangi perdagangan atau Unit Terpadu Satu Pintu di wilayah Provinsi DKI Jakarta atau kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia memproses permohonan STPW melalui lembaga OSS, yang terdiri atas:
[17]-
STPW Penerima Waralaba dari Waralaba dalam negeri:
STPW Penerima Waralaba Lanjutan dari Waralaba Luar Negeri; dan
STPW Penerima Waralaba Lanjutan dari Waralaba Dalam Negeri.
Bersumber dari laman OSS tersebut, sepanjang penelusuran kami, pada bagian Simulasi dan melalui pencarian kata “waralaba”, terdapat beberapa persyaratan yang dibutuhkan, antara lain, Nomor Induk Berusaha (NIB), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Perizinan Lingkungan (SPPL), Pemenuhan Standar IMB (Standar Komposit atau per Bagian (SNI)), Pemenuhan SLF (Pengajuan SLF diselesaikan setelah bangunan selesai/jadi), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), STPW, dan izin komersial lainnya sesuai kegiatan usaha dan produk.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 1 angka 16 UU PT
[2] Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1)
jo. Pasal 1 angka 12 Permendag 71/2019
[3] Pasal 1 angka 3 Permendag 71/2019
[4] Pasal 1 angka 4 Permendag 71/2019
[5] Pasal 1 angka 5 Permendag 71/2019
[6] Pasal 1 angka 6 Permendag 71/2019
[7] Pasal 4 Permendag 71/2019
[8] Pasal 2 ayat (2) Permendag 71/2019
[9] Pasal 5 ayat (1) Permendag 71/2019
[10] Pasal 1 angka 7 Permendag 71/2019
[11] Pasal 5 ayat (3) Permendag 71/2019
[12] Pasal 7 ayat (1) Permendag 71/2019
[13] Pasal 7 ayat (2) Permendag 71/2019
[14] Pasal 6 ayat (1) dan (4) Permendag 71/2019
[15] Pasal 6 ayat (3) Permendag 71/2019
[16] Pasal 11 ayat (1) dan (3) Permendag 71/2019
[17] Pasal 11 ayat (4) Permendag 71/2019