Intisari:
Secara prinsip tidak ada perbedaan hak asasi laki-laki dan perempuan, sebab tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia agar setiap orang tanpa terkecuali berhak atas hak asasinya sebagai manusia. Kalaupun ada perbedaan (secara teknis) perlakuan bagi perempuan dibanding laki-laki, itu semata agar terciptanya kesetaraan, persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Perlakuan yang berbeda tersebut disebut sebagai affirmative action (diskriminasi positif) yaitu tindakan yang mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Selain itu dibenarkan untuk dilakukan sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Lampiran UU 7/1984 yang berbunyi: Pembuatan peraturan-peraturan khusus sementara oleh Negara-Negara Pihak yang bertujuan mempercepat kesetaraan ‘de facto’ antara laki-laki dan perempuan tidak dianggap diskriminasi sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi ini, tetapi dalam cara apapun tidak dapat dianggap sebagai konsekuensi dipertahankannya standar-standar yang tidak sama atau terpisah; tindakan-tindakan ini harus dihentikan apabila tujuan kesetaraan kesempatan dan perlakuan telah tercapai. Pengambilan tindakan-tindakan khusus oleh Negara-Negara Pihak, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak dianggap diskriminatif.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hakikat Hak Asasi Manusia
Di dalam literatur hukum maupun hak asasi manusia, saya tidak pernah menemukan isitilah hak asasi laki-laki. Yang ada hanya istilah hak asasi manusia. Mengacu pada Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah
“seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”
Dalam konsideran poin b UU HAM dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun.
Berdasarkan uraian di atas, maka jelas hak asasi manusia itu merupakan hak dasar dan merupakan anugerah Tuhan karena kita manusia. Sehingga sebagai laki-laki, hak asasi Anda juga sudah terakomodasi juga di dalam hak asasi manusia.
Memang telah ada beberapa aturan yang dibuat atau diratifikasi pemerintah Indonesia yang khusus mengatur tentang perempuan. Namun perlu dipahami aturan-aturan tersebut diratifikasi/diundangkan dilatarbelakangi oleh fakta perlakuan yang sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan pada masa lalu, di mana kaum perempuan tidak diperkenankan untuk mempunyai kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki. Selain itu, pada masa lalu perempuan dianggap sebagai makhluk yang sangat rendah sehingga kaum laki-laki dapat bertindak sewenang-wenang terhadap mereka. Di antaranya bahwa perempuan yang sudah menikah dianggap tidak dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, semua yang akan dilakukan seorang perempuan harus berdasarkan izin suami (jika sudah menikah) atau orang tuanya (bila belum menikah).
[1] Perlakuan diskriminatif terhadap perempuan tidak hanya terjadi di Indonesia, terutama tanah Jawa saja, melainkan terjadi pula di berbagai negara di dunia, sehingga lahirlah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pada tahun 1979 yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 7/1984.
Dengan diundangkannya UU HAM, maka hak-hak perempuan semakin dipertegas, yaitu berhak mendapat hak dan/atau kesempatan yang sama seperti laki-laki. Asas yang sangat mendasari hak asasi bagi perempuan di antaranya hak perspektif gender dan anti diskriminasi.
[3] Dengan kata lain, kaum perempuan punya kesempatan yang sama seperti kaum laki-laki untuk mengembangkan dirinya, seperti dalam dunia pendidikan, pekerjaan, hak politik, kedudukan dalam hukum, kewarganegaraan, hak dan kewajiban dalam perkawinan.
Soal apakah perbedaan hak asasi laki-laki dan perempuan, secara prinsip tidak ada perbedaan, sebab tujuan diundangkannya UU HAM agar setiap orang tanpa terkecuali berhak atas hak asasinya sebagai manusia. Kalaupun ada perbedaan (secara teknis) perlakuan bagi perempuan dibanding laki-laki, itu semata agar terciptanya kesetaraan, persamaan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Perlakuan yang berbeda tersebut disebut sebagai
affirmative action (diskriminasi positif) yaitu tindakan yang mengizinkan negara untuk memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili.
[4]
Misalnya, jika seorang laki-laki dan perempuan dengan kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar untuk perkerjaan yang sama, tindakan afirmatif dapat dilakukan dengan mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar di lowongan pekerjaan tersebut daripada perempuan. Juga misalnya harus ada jumlah minimum keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Tindakan afirmatif ini secara teknis memang menimbulkan diskriminasi, namun hal tersebut tidak boleh dianggap sebagai suatu bentuk diskriminasi karena tujuannya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan. Hal tersebut secara hukumpun telah diatur secara tegas di dalam Pasal 28H ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi:
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Selain itu, tindakan afirmatif ini juga terdapat dalam Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 49 ayat (2) dan (3) UU HAM yang berbunyi:
Pasal 41 ayat (2) UU HAM:
Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
Pasal 49 ayat (2) dan (3) UU HAM:
Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Juga diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Lampiran UU 7/1984 yang berbunyi:
Pembuatan peraturan-peraturan khusus sementara oleh Negara-Negara Pihak yang bertujuan mempercepat kesetaraan ‘de facto’ antara laki-laki dan perempuan tidak dianggap diskriminasi sebagaimana didefinisikan dalam Konvensi ini, tetapi dalam cara apapun tidak dapat dianggap sebagai konsekuensi dipertahankannya standar-standar yang tidak sama atau terpisah; tindakan-tindakan ini harus dihentikan apabila tujuan kesetaraan kesempatan dan perlakuan telah tercapai.
Pengambilan tindakan-tindakan khusus oleh Negara-Negara Pihak, yang ditujukan untuk melindungi kehamilan, tidak dianggap diskriminatif.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan tidak ada hak asasi laki-laki, yang ada menurut peraturan perundang-undangan adalah Hak Asasi Manusia yang di dalamnya mengatur hak-hak asasi setiap manusia. Adapun perbedaan perlakuan khusus terhadap perempuan dimungkinkan untuk dilakukan oleh negera selama dalam rangka upaya menciptakan kesetaraan dan keadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
Smith, Rhona K.M. Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, (Yogyakarta: 2008)
[1] Rhona K.M. Smith,
Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, (Yogyakarta: 2008), hal. 270.
[3] Pasal 1 angka 3 UU HAM: “
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan, atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya. [4] Rhona K.M Smith, hal. 39.