Upaya Hukum Terhadap Putusan Bebas dan Putusan Lepas
PERTANYAAN
Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan bebas dalam perkara pidana? Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan lepas dalam perkara pidana?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan bebas dalam perkara pidana? Apa saja upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan lepas dalam perkara pidana?
Intisari:
Putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012 dan kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung (Pasal 259 KUHAP).
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan anda.
Menjawab pertanyaan Anda, kami berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Bentuk Putusan Pengadilan
Dalam penyelesaian perkara pidana di pengadilan terdapat tiga bentuk putusan:[1]
1. Putusan bebas;
2. Putusan lepas; dan
3. Putusan pemidanaan.
Putusan bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Dalam penjelasan Pasal 191 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Menurut Yahya Harahap, dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 352) bahwa yang melandasi putusan lepas, terletak pada kenyataan apa yang didakwakan dan yang telah terbukti tersebut, bukan merupakan tindak pidana, tetapi termasuk ruang lingkup hukum perdata atau adat.
Sedangkan Putusan Pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yaitu:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Jadi jika terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Perbedaan Putusan Bebas dan Putusan Lepas
Perbedaan antara putusan bebas dan putusan lepas adalah sebagai berikut:
Menurut Lilik Mulyadi dalam bukunya Hukum Acara Pidana (hal. 152-153), perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum pembuktian, yaitu:
Pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim[2]
Sedangkan, pada putusan lepas (onslag van recht vervolging), segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum adat atau hukum dagang.
Selain berdasarkan pendapat dari Lilik Mulyadi sebagaimana dimaksud di atas, menurut kami, penjatuhan Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh seorang hakim atas pelaku suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti), dapat dibedakan dengan melihat ada atau tidak adanya alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgronden), baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan pembenar (contoh Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana – “KUHP”) atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44 KUHP), maupun yang ada di luar undang-undang (contoh: adanya izin).
Lebih lanjut terkait putusan bebas dan putusan lepas dapat Anda simak dalam Perbedaan Putusan Bebas dengan Putusan Lepas.
Upaya Hukum Tehadap Putusan Bebas dan Putusan Lepas
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.[3]
Upaya hukum terdiri dari:
1. Upaya hukum biasa[4]
a. Banding; dan
b. Kasasi.
2. Upaya hukum luar biasa[5]
a. Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Tidak semua upaya hukum dapat dilakukan terhadap semua putusan pengadilan, berikut rinciannya:
1. Banding
Dilakukan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.[6]
Tidak dapat dilakukan terhadap:
a. putusan bebas;
b. putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum; dan
c. putusan pengadilan dalam acara cepat.
2. Kasasi
Dilakukan terhadap terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung. Tetapi tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas.[7]
3. Kasasi Demi Kepentingan hukum
Dapat dilakukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung).[8]
4. Peninjauan Kembali
Dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas.[9]
Tetapi kini terhadap putusan bebas dapat dilakukan kasasi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012 melegalkan praktik pengajuan kasasi atas vonis bebas. Mengenai kasasi putusan bebas selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Pelarangan Kasasi atas Vonis Bebas Dibatalkan.
Menjawab pertanyaan Anda, atas putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 244 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012 dan kasasi demi kepentingan hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung (Pasal 259 KUHAP).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi bernomor 114/PUU-X/2012.
Referensi:
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?