KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Begini Penjelasannya

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Begini Penjelasannya

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Begini Penjelasannya
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Begini Penjelasannya

PERTANYAAN

Melalui UU Cipta Kerja, pemerintah mengubah pendekatan perizinan dari berbasis izin (license based) ke berbasis risiko (risk based). Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan perizinan berbasis risiko? Bagaimana ketentuannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perizinan berusaha berbasis risiko adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya berdasarkan tingkat potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya.
     
    Sistem perizinan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) dan kemudian diatur lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”).
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Perizinan berusaha berbasis risiko diatur dalam Pasal 7-12 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) dan kemudian diatur lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 5/2021”).
     
    Sebagai informasi tambahan, Peraturan Pemerintah tersebut mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (“PP 24/2018”) yang membagi jenis perizinan berusaha menjadi izin usaha dan izin komersial atau operasional.
     
    Lantas, kini, bagaimana ketentuan perizinan berusaha menurut PP 5/2021? Kami akan menjelaskannya dalam artikel ini.
     
    Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
    Perizinan berusaha berbasis risiko adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya berdasarkan tingkat potensi terjadinya cedera atau kerugian dari suatu bahaya atau kombinasi kemungkinan dan akibat bahaya.[1]
     
    Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam rangka peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha,[2] yang dilakukan melalui:[3]
    1. pelaksanaan penerbitan perizinan berusaha secara lebih efektif dan sederhana; dan
    2. pengawasan kegiatan usaha yang transparan, terstruktur, dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    Atas dasar hal tersebut, kini pelaku usaha yang hendak memulai dan melakukan kegiatan usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha, yang meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi dan/atau perizinan berusaha berbasis risiko.[4]
     
    Sektor dalam Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
    Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko meliputi sektor:[5]
    1. kelautan dan perikanan;
    2. pertanian;
    3. lingkungan hidup dan kehutanan;
    4. energi dan sumber daya mineral;
    5. ketenaganukliran;
    6. perindustrian;
    7. perdagangan;
    8. pekerjaan umum dan perumahan rakyat;
    9. transportasi;
    10. kesehatan, obat, dan makanan;
    11. pendidikan dan kebudayaan;
    12. pariwisata;
    13. keagamaan;
    14. pos, telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan transaksi elektronik;
    15. pertahanan dan keamanan; dan
    16. ketenagakerjaan.
     
    Penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko pada masing-masing sektor tersebut meliputi pengaturan:[6]
    1. Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”)/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan, parameter risiko, tingkat risiko, perizinan berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan kewenangan perizinan berusaha, yang tercantum dalam Lampiran I PP 5/2021;[7]
    2. Persyaratan dan/atau kewajiban perizinan berusaha berbasis risiko, yang tercantum dalam Lampiran II PP 5/2021;[8]
    3. Pedoman perizinan berusaha berbasis risiko, yang tercantum dalam Lampiran III PP 5/2021;[9]
    4. Standar kegiatan usaha dan/atau standar produk, yang diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga,[10] yang pedoman penyusunannya dapat dilihat dalam Lampiran IV PP 5/2021.[11]
     
    Analisis Risiko dalam Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
    Perizinan berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMK-M) dan/atau usaha besar.[12]
     
    Penetapan tingkat risiko tersebut dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko.[13] Nantinya, tingkat risiko ini akan menentukan jenis perizinan berusaha yang harus dipenuhi pelaku usaha.[14]
     
    Analisis risiko tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat melalui:[15]
    1. Pengidentifikasian kegiatan usaha
    2. Penilaian tingkat bahaya
    Penilaian tingkat bahaya dilakukan terhadap aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan/atau pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya[16] dengan memperhitungkan jenis, kriteria, dan lokasi kegiatan usaha serta keterbatasan sumber daya, dan/atau risiko volatilitas.[17]
    1. Penilaian potensi terjadinya bahaya
    Penilaian ini terdiri dari:[18]
    1. hampir tidak mungkin terjadi;
    2. kemungkinan kecil terjadi;
    3. kemungkinan terjadi; atau
    4. hampir pasti terjadi.
    1. Penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha
    Penetapan ini diperoleh berdasarkan penilaian tingkat bahaya dan potensi terjadinya bahaya.[19]
    1. Penetapan jenis perizinan berusaha
    Berdasarkan penilaian sebagaimana disebutkan di atas, kegiatan usaha diklasifikasikan menjadi kegiatan usaha dengan:[20]
      1. Tingkat risiko rendah
    Perizinan berusaha bagi kegiatan usaha ini berupa Nomor Induk Berusaha (NIB) yang merupakan identitas pelaku usaha sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha.[21]
    Khusus Usaha Mikro dan Kecil, NIB juga berlaku sebagai standar nasional Indonesia (SNI) dan pernyataan jaminan halal.[22]
     
      1. Tingkat risiko menengah
    Tingkat risiko ini terbagi atas tingkat risiko menengah rendah dan menengah tinggi.[23]
     
    Perizinan usaha bagi kegiatan usaha tingkat risiko menengah rendah dan tinggi berupa NIB dan sertifikat standar.[24]
     
    Perlu dicatat, sertifikat standar yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha tingkat risiko menengah rendah dan tinggi berbeda. Khusus kegiatan usaha tingkat risiko menengah tinggi, sertifikat standar baru dapat diterbitkan setelah NIB terbit dan pelaku usaha membuat pernyataan melalui sistem OSS,[25] berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh pelaku usaha.[26]
     
      1. Tingkat risiko tinggi
    Perizinan berusaha bagi kegiatan usaha ini berupa NIB dan izin.[27] Keduanya merupakan perizinan berusaha bagi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan operasional dan/atau komersial kegiatan usaha.[28] Adapun izin yang dimaksud adalah persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan kegiatan usaha yang wajib dipenuhi oleh pelaku usaha sebelum melaksanakan kegiatan usahanya.[29]
     
    Dalam hal kegiatan usaha dengan tingkat risiko tinggi memerlukan pemenuhan standar usaha dan/atau standar produk, pemerintah pusat atau daerah sesuai kewenangan masing-masing menerbitkan sertifikat standar usaha dan produk sesuai verifikasi pemenuhan standar.[30]
     
    Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, kini memang perizinan berusaha yang diperlukan pelaku usaha disesuaikan dengan tingkat risiko kegiatan usaha yang dijalankan olehnya, yang jenis perizinan usahanya juga berbeda berdasarkan klasifikasi kegiatan usaha.
     
    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
     

    [1] Pasal 1 angka 1,2, dan 3 PP 5/2021
    [2] Pasal 6 huruf a UU Cipta Kerja
    [3] Pasal 3 PP 5/2021
    [4] Pasal 4 jo. Pasal 5 ayat (1) PP 5/2021
    [5] Pasal 6 ayat (2) PP 5/2021
    [6] Pasal 6 ayat (3) PP 5/2021
    [7] Pasal 6 ayat (4) PP 5/2021
    [8] Pasal 6 ayat (5) PP 5/2021
    [9] Pasal 6 ayat (6) PP 5/2021
    [10] Pasal 6 ayat (7) PP 5/2021
    [11] Pasal 6 ayat (9) PP 5/2021
    [12] Pasal 7 ayat (1) PP 5/2021
    [13] Pasal 7 ayat (2) PP 5/2021
    [14] Pasal 7 ayat (4) PP 5/2021
    [15] Pasal 8 PP 5/2021
    [16] Pasal 9 ayat (1) PP 5/2021
    [17] Pasal 9 ayat (3) PP 5/2021
    [18] Pasal 9 ayat (4) PP 5/2021
    [19] Pasal 9 ayat (5) PP 5/2021
    [20] Pasal 10 ayat (1) PP 5/2021
    [21] Pasal 12 ayat (1) PP 5/2021
    [22] Pasal 12 ayat (2) PP 5/2021
    [23] Pasal 10 ayat (2) PP 5/2021
    [24] Pasal 13 ayat (1) jo. Pasal 14 ayat (1) PP 5/2021
    [25] Pasal 14 ayat (3) PP 5/2021
    [26] Pasal 14 ayat (2) PP 5/2021
    [27] Pasal 15 ayat (1) PP 5/2021
    [28] Pasal 15 ayat (4) PP 5/2021
    [29] Pasal 16 ayat (2) PP 5/2021
    [30] Pasal 15 ayat (5) PP 5/2021

    Tags

    risiko
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!