AMAN: Pasal Masyarakat Adat dalam UU IKN Hanya ‘Hiasan’ dan Tidak Operasional
Terbaru

AMAN: Pasal Masyarakat Adat dalam UU IKN Hanya ‘Hiasan’ dan Tidak Operasional

AMAN mendesak Presiden Joko Widodo untuk melakukan dialog yang bermakna dengan masyarakat hukum adat yang terdampak IKN.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi. Foto: ADY
Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi. Foto: ADY

Pemerintah dan DPR telah menerbitkan UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) tertanggal 15 Februari 2022. Selaras dengan itu, pemerintah terus menggenjot pembangunan IKN yang lokasinya berbatasan dengan kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan dan Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur. Luas daratan IKN mencapai 256.142 hektar dan perairan 68.189 hektar.

Proses pembahasan RUU IKN sejak awal menuai kritik publik karena pembahasan dilakukan sangat cepat dan minim partisipasi masyarakat terutama masyarakat hukum adat yang akan terdampak pembangunan IKN. Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi, mencatat ada 21 komunitas adat anggota AMAN yang berada di lokasi yang akan dijadikan IKN.

Erasmus mengamini pernyataan KPK yang menyebut penguasaan tanah di IKN belum clean and clear. Jauh sebelum proyek IKN bergulir masyarakat setempat sudah berkonflik dengan perusahaan yang menerima konsesi di wilayah tersebut. Itu terjadi karena izin yang diberikan pemerintah tidak melalui persetujuan masyarakat hukum adat.

Sama seperti pengesahan UU No.11 Tahun 2020, Erasmus berpendapat pembahasan RUU IKN tidak melibatkan partisipasi penuh masyarakat, khususnya masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat seharusnya terlibat, termasuk dalam perencanaan pembangunan IKN.

Baca:

AMAN sempat hadir dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus IKN dan telah menyampaikan berbagai hal tersebut. “Di lokasi IKN ada sejumlah masyarakat hukum adat seperti etnis Paser, dan sub etnik Dayak. Kami usulkan sebelum dibangun IKN agar diselesaikan terlebih dulu konflik struktural yang ada,” kata Erasmus dalam konferensi pers bertema “Pemindahan Ibu Kota Negara Sarat Masalah, Tidak Menjawab Persoalan Struktural”, Selasa (15/3/2022) kemarin.

Sekalipun ada pembahasan dan negosiasi terkait pengadaan lahan untuk IKN, Erasmus yakin yang dilibatkan pemerintah hanya perusahaan yang mengantongi izin di lokasi tersebut. Sementara masyarakat hukum adat yang kepemilikan lahannya secara turun temurun berpotensi tidak diakui keberadaannya.

Tags:

Berita Terkait