Dua Advokat Ajukan Judicial Review UU Kekarantinaan Kesehatan
Berita

Dua Advokat Ajukan Judicial Review UU Kekarantinaan Kesehatan

Bertujuan memperjelas tanggung jawab pemerintah memenuhi kebutuhan penduduk jika karantina wilayah diterapkan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Itu sebabnya pemohon berharap Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir terhadap kata ‘orang’ dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan. Pasal ini menyatakan: “Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”.

Tanpa menafsirkan kata ‘orang’ dalam pasal itu, jumlah anggaran yang harus dikeluarkan akan sangat besar. Di Jakarta saja, kata Sholeh, bisa mencapai 550 miliar per hari. “Oleh karena itu, dengan gugatan ini, supaya Mahkamah Konstitusi membuat tafsir ‘hanya orang miskin’ yang ditanggung oleh pemerintah pusat,” jelasnya kepada hukumonline.

(Baca juga: Lima Catatan Komnas HAM Terhadap Pelaksanaan PSBB).

Sholeh tidak menampik bahwa permohonan ini –jika dikabulkan—akan membantu Pemerintah. Sekalipun pemerintah pada akhirnya mau menetapkan karantina wilayah atau lock down, Pemerintah tidak akan keluar banyak uang. “Prinsipnya kalau pemerintah melakukan lockdown atau karantina wilayah akan diuntungkan jika gugatan kami dikabulkan MK. Sebab, pemerintah tidak harus keluar uang banyak, jika menerapkan karantina wilayah,” ujarnya.

PSBB diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Berdasarkan Permenkes ini, kegiatan yang diatur antara lain peliburan kegiatan sekolah, peliburan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Tags:

Berita Terkait