Dua Simpatisan Golkar Gugat CLS Menkumham
Berita

Dua Simpatisan Golkar Gugat CLS Menkumham

Karena dinilai telah melanggar Pasal 24 UU Partai Politik.

HAG
Bacaan 2 Menit

Maulana juga berkeyakinan bahwa pengesahan kepengurusan tersebut merupakan bentuk intervensi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang merupakan kader partai politik pendukung Jokowi. "Ini jelas bentuk intervensi Menteri Hukum dan HAM yang merupakan kader partai politik pendukung Presiden Joko Widodo," tambahnya.

Menurut Maulana, Golkar sudah membentuk kepengurusan yang diketuai Aburizal Bakrie. Kepengurusan itu merupakan hasil Musyawarah Nasional Golkar yang diselenggarakan di Bali. "Munas ini sah karena dihadiri pengurus dewan perwakilan daerah I dan II yang juga sah," ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, Agung Laksono yang menolak hasil munas tersebut malah menggelar munas tandingan di Ancol pada 7 Desember 2014. Agung berjanji, jika terpilih dalam munas versinya itu, dia akan keluar dari Koalisi Merah Putih dan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Maulana menilai munas itu tak sah karena tak dihadiri pengurus dewan perwakilan daerah yang membawa mandat resmi.

Setelah terpilih, Agung kemudian menggugat ke Mahkamah Partai Golkar. Pada 3 Maret lalu, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Agung. Hakim Mahkamah, Muladi, mengabulkan sebagian gugatan dengan menerima sebagian hasil Munas Ancol. Muladi mewajibkan kubu Agung mengakomodasi sebagian kepengurusan Munas Bali serta harus mengkonsolidasi selambat-lambatnya Oktober 2016.

Yang aneh, jelas Maulana, kubu Agung mengklaim memenangi gugatan itu dan meminta Yasonna mengesahkan kepengurusan yang dia pimpin. Yasonna kemudian mengakui kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono pada 10 Maret lalu.

Melengkapi penjelasan kuasa hukumnya, Nurrohman dan Arifin mengaku sebagai simpatisan Partai Golkar yang bukan dari Kubu Aburizal Bakrie ataupun Agung Laksono menilai pengesahan kubu Agung merupakan suatu pembelajaran politik yang tidak baik oleh Kemenkumham.

"Saya merasa ini tontonan pembelajaran politik tidak baik yang dilakukan Menkumham, seharusnya dia bijak, panutan masyarakat. Perselisihan belum selesai, tiba-tiba dia membuat manuver yang sangat menyakiti masyarakat, ini mempertontonkan politik yang tidak menyenangkan," ujar Arifin kepada wartawan.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menegaskan bahwa keputusannya  diambil dengan berdasarkan UU No.2 Tahun 2011tentang Perubahan Atas UU No.2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, khususnya Pasal 32. "Saya sebagai Menkumham saya garansi 100 persen saya melakukan keputusan berdasarkan UU Parpol Pasal 32,” ujarnya usai bertemu pimpinan MPR, di Gedung MPR, Kamis (12/3).

Ia mempersilakan jika ada pihak yang merasa keberatan terhadap keputusan ini. Meski begitu, Yasonna mengatakan, keputusan diambil setelah dirinya mengundang sejumlah pakar dan tim ahli Kementerian Hukum dan HAM, sehingga tak ada kesengajaan keberpihakan ke salah satu pihak dalam keputusan itu.

“Jadi tidak ada preferensi buat saya, keputusan sesuai ketentuan perundang-undangan dan fakta hukum,” tutur Yasonna.

Tags:

Berita Terkait