Ini Langkah Awal Menyusun Due Diligence Pasar Modal
Berita

Ini Langkah Awal Menyusun Due Diligence Pasar Modal

Secara umum, ada tiga proses pelaksanaan dalam LDD, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

CR19
Bacaan 2 Menit
Partner Kantor Hukum Siahaan Irdamis Andarumi & Rekan, Laksmita Andarumi (tengah). Foto: CR19
Partner Kantor Hukum Siahaan Irdamis Andarumi & Rekan, Laksmita Andarumi (tengah). Foto: CR19

Legal Due Diligence (LDD) atau uji tuntas dari segi hukum pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh informasi atau fakta material yang dapat menggambarkan  kondisi suatu perusahaan atau objek transaksi. Caranya, dengan melakukan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum. Dalam hal ini konsultan hukum dituntut untuk mampu melakukan pemeriksaan secara bebas dan mandiri tanpa tekanan, ancaman, hambatan, dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.

Partner Kantor Hukum Siahaan Irdamis Andarumi & Rekan, Laksmita Andarumi mengatakan pada prinsipnya tujuan pelaksanaan LDD adalah sebagai dasar untuk penyusunan dasar hukum serta pembukaan tentang segala informasi tentang perusahaan atau emiten di dalam prospektus. Untuk menyusun LDD, setidaknya terdapat sejumlah langkah awal yang bisa dilakukan konsultan hukum.

Secara umum, lanjut Mita, ada tiga proses pelaksanaan dalam LDD yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam melakukan prinsip itu perlu memenuhi prinsip keterbukaan dan prinsip materialitas. ”Untuk mengungkapkan informasi secara benar, tidak missleading (salah arah), dan akurat. Itu saja sebenarnya intinya,” katanya dalam workshop ”Legal Audit for Corporate Lawyer” yang digelar oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan LK2 FHUI di kampus UI, Depok, Sabtu (29/8).

Pada proses perencanaan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan konsultan hukum. Pertama, mengetahui untuk tujuan apa konsultan hukum melakukan uji tuntas. Hal itu penting sebab kemungkinan strong point yang tidak sama muncul, misalnya saat akan melakukan uji tuntas dalam rangka tujuan Initial Public Offer (IPO) atau kepentingan merger dan akuisisi.

”Jadi strong point beda tergantung dengan transaksinya seperti apa,” imbuhnya.

Kedua, umumnya setiap kantor hukum tentu perlu mendalami siapa klien yang mereka handle. Hal ini nantinya berkaitan dengan kerahasiaan informasi saat mendapat temuan dari proses uji tuntas yang perlu diberitahukan kepada klien. Langkah ketiga adalah menyusun tim kerja untuk melaksanakan uji tuntas. Tahap ini nantinya berujung kepada pemilihan tim yang memiliki keahlian yang diperlukan serta sekaligus melakukan pembagian kerja dan timetable transaksi.

Penentuan materi untuk uji tuntas ini menjadi hal yang perlu diperhatikan lebih detail. Pada tahap ini nantinya juga termasuk penyiapan daftar dokumen yang akan diperiksa di suatu perusahaan atau objek transaksi. Selain itu, perlu juga melakukan identifikasi peraturan-peraturan terkait sekaligus menyusun sejumlah pertanyaan untuk mendalami ketika melakukan pemeriksaan dokumen milik perusahaan tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa uji tuntas dari segi hukum dilaksanakan pada tahapan awal dalam proses penawaran umum. Artinya proses uji tuntas ini dilaksanakan sebelum pelaksanaan alur proses penawaran umum di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi, proses uji tuntas ini sebenarnya baru dimulai setelah perusahaan atau emiten terlebih dahulu melaksanakan perencanaan transaksi.

Langkah berikutnya adalah mengenai tempat selanjutnya. Mita menyebutkan, umumnya ada tiga tempat yang biasa dilakukan untuk melakukan uji tuntas. Pertama, konsultan hukum bisa mengerjakan langsung di tempat perusahaan atau emiten. Biasanya, di tempat ini dokumen-dokumen yang diperlukan telah tersedia sehingga saat ada kebutuhan pada satu dokumen tertentu itu juga memudahkan saat proses uji tuntas. Meski begitu tidak jarang juga perusahaan atau emiten memiliki virtual data room.

”Ini lebih memudahkan konsultan hukum sebab pada praktiknya dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk diperiksa sudah berada di virtual data room milik perusahaan. Konsultan hukum hanya tinggal mengakses dokumen tersebut melalui perangkat komputernya,” katanya.

Setidaknya, Mita menyebutkan, ada tujuh jenis dokumen yang perlu dilakukan atau diverifikasi oleh konsultan hukum untuk selanjutnya dibuat dalam bentuk laporan uji tuntas pada tahap pelaksanaan. Pertama adalah dokumen korporasi. Tujuan memeriksa dokumen ini untuk memeriksa apakah suatu perusahaan atau emiten itu memiliki keabsahan.

Hal ini penting untuk melihat apakah perusahaan – biasanya berbentuk perseroan terbatas (PT) itu didirikan setelah atau sebelum UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas berlaku. ”Lihat kapan tahun berdiri PT tersebut apakah sebelum tahun 1995 atau setelah itu,” ujar Mita.

Dokumen lainnya, antara lain dokumen perizinan, dokumen perubahan struktur permodalan dan susunan pemegang saham, dokumen pengangkatan direksi dan dewan komisaris, dokumen material asset, dokumen ketenagakerjaan, dokumen asuransi, dokumen perjanjian dan dokumen perkara.

Mengingat kompleksnya proses uji tuntas, Mita menyarankan agar pada tiap tahap untuk berkonsultasi dengan senior associate terkait dengan temuan-temuan selama proses berlangsung. Sebab, hal ini penting saat tahap pengawasan ini dilakukan oleh konsultan hukum dalam melakukan fungsi quality control mengingat pada praktiknya senior associate-lah yang menandatangani laporan uji tuntas dan pendapat hukum.

Karena secara umum konsultan hukum bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan atas infomasi dan data dalam laporan itu. Lebih lanjut, Mita menyebutkan, bahwa konsultan hukum itu juga yang bertanggung jawab juga dari adanya kemungkinan sengketa atau gugatan.

”Bertanggung jawab atas klaim yang mungkin timbul dari pihak ketiga terkait dengan pendapat hukum. Kita bertanggung jawab atas produk yang kita keluarkan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait