Masukan Perdana, Palestina Minta ICJ Tegakkan Supremasi Hukum Internasional
Mengadili Israel

Masukan Perdana, Palestina Minta ICJ Tegakkan Supremasi Hukum Internasional

Mereka juga meminta Mahkamah Internasional melalui nasihatnya untuk mengakhiri pendudukan ilegal ini dengan segera dan tanpa syarat.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki saat public hearing masukan Negara Palestina terhadap advisory opinion ICJ, Senin (19/2/2024). Foto: Tangkapan Layar Youtube Middle East Eye
Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki saat public hearing masukan Negara Palestina terhadap advisory opinion ICJ, Senin (19/2/2024). Foto: Tangkapan Layar Youtube Middle East Eye

International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional mulai menggelar rangkaian persidangan dalam rangka mendengar masukan-masukan dari sejumlah negara dan organisasi internasional atas nasihat hukum (advisory opinion) yang dimintakan oleh Majelis Umum PBB. Ada 2 pertanyaan mendasar yang diajukan yang harus dijawab oleh Mahkamah. 

Pertama, terkait konsekuensi hukum yang timbul atas pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap hak-hak warga Palestina dalam menentukan nasib sendiri dan terbebas dari pendudukan yang berkepanjangan. Termasuk perihal tindakan yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografi, karakter dan status Kota Suci Yerusalem. Kedua, atas kebijakan dan praktik Israel mempengaruhi status hukum pendudukan. Lalu bagaimana konsekuensi hukum yang timbul bagi semua negara dan PBB. 

“Genosida yang terjadi di Gaza adalah akibat dari impunitas dan kelambanan tindakan selama beberapa dekade. Mengakhiri impunitas Israel adalah sebuah keharusan moral, politik, dan hukum,” ungkap Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki saat public hearing masukan Negara Palestina terhadap advisory opinion ICJ, Senin (19/2/2024).

Baca Juga:

Apalagi, kata dia, sekarang pemerintahan Israel hanya memberikan 3 pilihan kepada warga Palestina. Entah perpindahan, penaklukan, atau kematian. "Inilah pilihannya. Pembersihan etnis, apartheid, atau genosida? Tapi masyarakat kami akan tetap tinggal. Mereka punya hak untuk hidup bebas dan bermartabat di tanah leluhur mereka (sendiri)," tegasnya.

Oleh karena itu, Riyad di hadapan ICJ menyebutkan dari segi argumentasi hukum yang diberikan untuk tidak melupakan rakyat Palestina. Ia juga mengingatkan Mahkamah sebelumnya memerintahkan tindakan sementara dalam kasus Afrika Selatan terhadap Israel. Padahal 6 poin yang diberikan ICJ nampaknya tidak diindahkan Israel yang terus melancarkan serangan.

“Satu-satunya solusi yang sesuai dengan hukum internasional adalah mengakhiri pendudukan ilegal ini dengan segera dan tanpa syarat. Seperti yang Anda (ICJ) tegaskan 20 tahun lalu, rakyat Palestina punya hak untuk menentukan nasib sendiri. Itu adalah hak erga omnes, tidak dapat dinegosiasikan, tidak dapat dikurangi.”

Melalui pidatonya, Negara Palestina menegaskan kembali komitmen teguhnya terhadap supremasi hukum internasional yang harus ditegakkan. “Kekerasan hukum harus menang atas penggunaan kekerasan yang melanggar hukum. Kami telah mengatakan bertahun-tahun yang lalu bahwa kami membuat pilihan yang adil, bukan balas dendam. Namun penundaan keadilan adalah keadilan yang ditolak,” ujar Riyad.

Ini saatnya untuk mengakhiri standar ganda yang telah terlalu lama membuat rakyat Palestina terkurung. Oleh karena itu hukum internasional harus diterapkan pada semua negara tanpa terkecuali. “Tidak ada negara yang dapat melepaskan kewajibannya berdasarkan hukum dan tidak ada masyarakat yang dapat dicabut perlindungannya.”

Ada 6 pemenuhan yang dicita-citakan Palestina terhadap hak-hak rakyatnya. Termasuk diantaranya adalah kemerdekaan Negara Palestina yang sejak tahun 1967 berbatasan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya sesuai dengan hukum internasional dan Resolusi PBB: solusi abadi dengan dua negara demokratis yaitu Palestina dan Israel untuk hidup berdampingan secara damai dan aman.

“Kami hadir di Mahkamah hari ini untuk menjunjung hak kami untuk menentukan nasib sendiri, kembali, dan semua hak asasi manusia lainnya. Termasuk menyatakan bahwa pendudukan Israel adalah tindakan illegal,” tuturnya dengan lantang.

Menjadi negara pertama yang membacakan oral statement-nya kepada ICJ, Palestina juga menghadirkan 6 pembicara lainnya. Antara lain Prof Andreas Zimmerman untuk menerangkan yurisdiksi ICJ dalam menjawab pertanyaan Majelis Umum PBB; Paul Reichler yang merupakan seorang pengacara yang mewakili Palestina di ICJ yang menjelaskan mengenai ilegalitas pendudukan Israel.

Hadir pula Dr. Namira Negm yang menjelaskan tentang sistem penuntutan, diskriminasi rasial, dan apartheid yang diterapkan Israel terhadap rakyat Palestina; Prof. Phillipe Sands yang akan menunjukkan bagaimana Israel disposisi, pengungsian terhadap rakyat Palestina, dan diskriminasi terhadap mereka.

Prof. Alain Pellet juga masuk dalam deretan pembicara dari Palestina yang mengidentifikasi konsekuensi hukum yang diakibatkan perbuatan Israel; serta Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour yang berfokus pada tanggung jawab PBB dan kewajiban semua negara untuk mengakhiri ketidakadilan ini. 

“Negara Palestina menganggap (tergantung pada ICJ) untuk memandu Majelis Umum (dengan memberikan advisory opinion), PBB, dan semua negara untuk memastikan bahwa Israel pada akhirnya dapat mematuhi kewajiban. Dari segala pelanggaran yang berulang, sistematis, dan terus menerus. prinsip paling mendasar dari hukum internasional. Yang mana, izinkan saya ulangi, semua prinsip dan pelanggaran ini disebabkan oleh pendudukan berkepanjangan di Palestina yang tentunya merupakan penyebab dari semua pelanggaran tersebut,” ucap Prof. Alain Pellet.

Hukumonline.com

Salah satu perwakilan dari Palestina Prof. Alain Pellet.

Sebagai informasi, public hearing yang diadakan ICJ atas permintaan advisory opinion sehubungan dengan Akibat Hukum yang timbul dari Kebijakan dan Praktik Israel di Wilayah Pendudukan Palestina, termasuk Yerusalem Timur akan berlangsung pada 19-26 Februari 2024. Bertempat di The Peace Palace, Den Haag, Belanda, terdapat 52 negara dan 3 organisasi internasional telah menyatakan niat mereka untuk berpartisipasi dalam proses lisan di hadapan Mahkamah. 

Setelah resmi dibuka proses lisan dan dilanjutkan oleh pembacaan argumentasi masukan dari Negara Palestina; pada hari Selasa (20/12/2024) besok terdapat 11 negara yang siap menyampaikan masukan kepada Mahkamah. Mereka terdiri atas Afrika Selatan, Algeria, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh, Belgium, Belize, Bolivia, Brazil, Kanada, dan Chili. Sedangkan Indonesia dijadwalkan membaca masukannya pada Jum’at (23/2/2024) mendatang. Untuk dicatat, persidangan ini dilaksanakan dalam rangka menyusun advisory opinion oleh ICJ, berbeda dengan proses persidangan Afrika Selatan v. Israel atas tudingan genosida.

Tags:

Berita Terkait