MK Diminta Cabut Wewenang Penyidikan OJK
Utama

MK Diminta Cabut Wewenang Penyidikan OJK

Karena wewenang penyidikan OJK ini tidak mengacu pada KUHAP, sehingga potensial melanggar asas due process of law yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Istilah otoritas dengan nama OJK mencerminkan fungsi pengaturan dan pengawasan. Jadi dilihat dari perspektif filosofis, historis, normatif, dan original intent, fungsi pengawasan OJK hanya sebatas supervisi secara administratif, bukan menjalankan fungsi penegakkan hukum,” dalihnya. (Baca Juga: Tak Penuhi Prinsip Kehati-hatian, OJK Cabut Izin Usaha BPR)

 

Baginya, wewenang penyidikan OJK dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 9 huruf c jo Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU OJK terkait PPNS OJK dapat meminta bantuan penyidik Polri, overlapp dan inharmoni terhadap Pasal 7 ayat (1) KUHAP, dimana PPNS diberi wewenang tersendiri oleh UU. “Seharusnya pelaksanaan tugasnya (selalu) berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik polri,” kata dia.

 

Sesuai Putusan MK No. 64/PUU-IX/2011, KUHAP merupakan wujud jaminan konstitusional perlindunagn hak asasi manusia (HAM) untuk menghindari kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Selain itu, proses penegakkan hukum tetap berlandaskan pada nilai kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai nilai dalam sila kedua Pancasila yang menjadi sumber dari segala sumber hukum.

 

“Tetapi, wewenang penyidik PNS OJK dalam UU OJK tidak ada norma yang secara ekplisit menyebutkan kewenangan penyidikan sesuai aturan hukum acara pidana (KUHAP), atau setidaknya penyidik PNS OJK berkoordinasi dengan pejabat kepolisian. Artinya, aturan ini sama sekali tidak mengkaitkan dengan KUHAP.”   

 

Misalnya, dalam Pasal 49 ayat (3) UU OJK dinilainya melanggar asas due process of law yakni, memanggil, memeriksa, meminta keterangan dan barang bukti dari setiap yang disangka melakukan atau sebagai saksi dalam tindakan sektor jasa keuangan; melakukan penggeledahan; penyitaan hingga memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana sektor jasa keuangan.

 

“Wewenang penyidikan OJK belum menjamin tercapainya due process of law dalam proses penegakan hukum di sektor jasa keuangan. Ini dengan sendirinya mengaburkan asas kepastian hukum yang berdampak pada ketidakadilan dalam proses penegakan hukum,” lanjutnya.

 

Selain itu, meski dalam Pasal 49 ayat (1) huruf i UU OJK menyebutkan penyidik PNS OJK dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain. “Artinya, jika tidak dibutuhkan, maka penyidik PNS OJK dapat melakukan penyidikan tanpa berkoordinasi atau bisa meminta bantuan penegak hukum in casu penyidik Polri,” kata dia.

 

Atas dasar itu, Husdi meminta kepada Mahkamah menyatakan kata “penyidikan” dalam Pasal 1 angka 1 dan kata “penyidikan” dalam Pasal 9 huruf c UU OJK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya, Pemohon minta wewenang penyidikan pada OJK dihapus atau dicabut, sehingga tidak memiliki kewenangan lagi untuk menyidik. (Baca Juga: Izin Praktik 504 Konsultan Hukum Pasar Modal Terancam Dicabut OJK)

Tags:

Berita Terkait