Praktik Monopoli dan Posisi Monopoli, Serupa yang Tak Sama
Kolom

Praktik Monopoli dan Posisi Monopoli, Serupa yang Tak Sama

Harus dibedakan untuk tidak salah memahami apa yang sebenarnya dilarang oleh UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bacaan 4 Menit
Aldi Andhika Jusuf. Foto: Istimewa
Aldi Andhika Jusuf. Foto: Istimewa

Monopoli tidak terhindarkan dalam bisnis global. Hal ini juga berlaku di Indonesia. Beberapa pelaku usaha memainkan peran besar dalam industri sebagai pemegang posisi monopoli. Indonesia sudah memiliki UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999)—serta perubahannya dalam UU Cipta Kerja—untuk menciptakan persaingan usaha sehat serta mencegah praktik monopoli. Isi UU 5/1999 mendefinisikan monopoli serta praktik monopoli secara berbeda. Monopoli didefinisikan pada Pasal 1 ayat (1) UU 5/1999, sedangkan praktik monopoli didefinisikan pada Pasal 1 ayat (2) UU 5/1999. Keduanya sama-sama mengandung kata “monopoli”, tetapi keduanya justru memiliki definisi yang berbeda.

Bagaimana perbedaan monopoli serta praktik monopoli dalam UU 5/1999 sehingga diperlukan definisi yang berbeda di antara keduanya?

Baca juga:

Monopoli didefinisikan dalam Pasal 1 ayat 1 UU 5/1999 yang berbunyi, “Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha”.

Di sisi lain, praktik monopoli dijabarkan dalam Pasal 1 ayat 2 UU 5/1999 yang berbunyi, ”Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum”.

Selanjutnya, Pasal 17 UU 5/1999 lebih lanjut mengatur mengenai monopoli. Ada dua ayat yang berbunyi, “(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila: a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lebih lanjut menyusun Pedoman Pelaksanaan Pasal 17 UU 5/1999. Isinya mengakui monopoli sendiri dapat muncul karena dua hal yaitu kemampuan teknis yang dimiliki oleh pelaku usaha serta diperoleh dari peraturan perundang-undangan. Hal ini menunjukkan bahwa posisi monopoli adalah hal yang tidak terelakkan dan bukan berarti pelaku usaha berusaha menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait