PP Minerba, Solusi Terbaik Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Berita

PP Minerba, Solusi Terbaik Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral

Berbagai regulasi di subsektor minerba yang dikeluarkan baru-baru ini dilandasi oleh pertimbangan akan kondisi kekinian industri pertambangan.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Kementerian ESDM. Foto: RES
Kementerian ESDM. Foto: RES
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, kembali menegaskan komitmen Pemerintah dalam melaksanakan peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri. Menurutnya, Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2017 beserta Peraturan Menteri ESDM sebagai regulasi turunannya adalah solusi terbaik untuk mempercepat peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri.

“Dalam jangka panjang kita akan menikmati hasilnya," kata Bambang, seperti dilansir hukumonline dari situs esdm.go.id, Jumat (3/2).

Bambang menjelaskan bahwa berbagai regulasi di subsektor minerba yang dikeluarkan baru-baru ini, dilandasi oleh pertimbangan akan kondisi kekinian industri pertambangan dan tidak lepas dari keinginan agar program peningkatan nilai tambah mineral dapat berjalan sukses. (Baca Juga: 3 Permen ESDM Terkait Jual Beli Listrik Terbit, Ini Detailnya)

“Persepsi yang berkembang bahwa pemerintah tidak berkomitmen terhadap hilirisasi mineral adalah tidak benar. Justru kita berkomitmen dan mengawal kesuksesan program hilirisasi ini dengan pertimbangan yang lebih luas dan menyeluruh," jelas Bambang. 

Bambang juga menyampaikan perkembangan isu-isu strategis subsektor Minerba lainnya, seperti Penataan Izin Usaha Pertambangan, amandemen KK dan PKP2B serta pengalihan Inspektur Tambang dari Daerah ke Pusat. (Baca Juga: Tak Setuju PP Minerba, Hak Uji ke MA Bisa Ditempuh)

Berdasarkan data rekapitulasi IUP Nasional per-30 Januari 2017, terdapat 6.230 IUP yang telah CNC dan 3.203 IUP Non CNC. "Saya telah menegaskan kepada para Kepala Daerah Provinsi agar menyelesaikan sampai batas waktu yang telah ditentukan," lanjutnya.

Sementara terkait perkembangan amandemen, lanjut Bambang, terdapat 34 Perusahaan pemegang KK, di mana 9 perusahaan telah mendatangani Naskah Amandemen dan sisanya diharapkan dapat selesai pada tahun ini. Untuk PKP2B, dari 74 perusahaan, terdapat 22 perusahaan yang telah menandatangani naskah amandemen, 47 perusahaan dalam proses pembahasan amandemen, serta 5 perusahaan proses terminasi dan penutupan tambang. (Baca juga: Revisi UU Minerba Tekankan Hilirisasi Dalam Negeri)

"Terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah diambil antara pemegang KK dan PKP2B dengan Pemerintah, termasuk soal divestasi, Pemerintah akan membuka ruang diskusi lebih lanjut," ujar Bambang.

Selain itu, terkait dengan jaminan reklamasi KK, PKP2B dan IUP PMA, terdapat 15 perusahaan tambang yang belum menyelesaikan kewajibannya. Untuk kewajiban Jaminan Pasca Tambang, terdapat 3 perusahaan yang belum menempatkan jaminannya. Dalam hal ini Pemerintah terus menekankan kepada perusahaan tambang tersebut untuk segera  memenuhi kewajibannya.

Bambang juga menyampaikan hingga saat ini sebanyak 949 orang Inspektur Tambang (IT) yang dialihkan dari pemerintah daerah ke Kementerian ESDM dan diberikan SK dari Badan Kepegawaian Negara.

Pengalihan status PNS dari Daerah ke Pusat merupakan bentuk konkrit dari penerapan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut diamanatkan bahwa urusan pemerintahan bidang energi sumber daya mineral merupakan urusan pemerintah pusat. Dengan pengalihan status pegawai tersebut, diharapkan dapat memperkuat organisasi dan sumber daya manusia di Kementerian ESDM dalam rangka perbaikan tata kelola sektor ESDM.

"Penempatan IT ini nantinya akan diatur pengalihannya ke daerah melalui SK Dirjen Minerba," lanjut Bambang.

Untuk diketahui, salah satu poin penting dari PP No. 1 Tahun 2017 ini adalah divestasi saham. Kewajiban divestasi saham dalam PP terbaru ini adalah sebesar 51 persen yang dilakukan secara bertahap, maksimal 10 tahun sejak produksi. Divestasi saham ini berlaku untuk seluruh jenis pertambangan, baik di darat maupun di laut.

Poin penting senjutnya adalah perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan IUP/IUPK paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha. Menurut Menteri ESDM Ignatius Jonan, jangka waktu lima tahun cukup ideal untuk melakukan perpanjangan IUP/IUPK. Apalagi, perpanjangan IUP/IUPK jenis logam tidak mungkin selesai dalam waktu dua tahun mengingat banyaknya persiapan.

“Kalau batubara, itu bisa selesai dalam dua tahun,” jelas Ignatius beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait