Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ā
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Apakah Putusan Verstek Selalu Memenangkan Penggugat yang dibuat oleh Dr. (CN). Maju Posko Simbolon, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 5 Mei 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatĀ Pernyataan PenyangkalanĀ selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganĀ Konsultan Mitra Justika.
Ā
Apa itu Putusan Verstek?
Istilah verstek berkaitan dengan fungsi beracara dan penjatuhan putusan. Lalu, apa itu putusan verstek? Menurut I Rubini dan Chidir Ali dalam buku Pengantar Hukum Acara Perdata, putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan berhubung dengan tidak hadirnya tergugat (hal. 107).
Lebih lanjut, Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (hal. 24) berpendapat bahwa putusan verstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun menurut hukum acara harus datang. Putusan verstek hanya dapat dinyatakan apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada sidang pertama, dan apabila perkara diundurkan sesuai Pasal 126 HIR, juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.
Dapat pula disimpulkan bahwa putusan verstek artinya putusan di mana hakim diberi wewenang untuk memeriksa dan memutus perkara meskipun tergugat/para tergugat seluruhnya tidak hadir di persidangan pada tanggal yang ditentukan dan tidak meminta pihak lain untuk mewakilinya meskipun telah dipanggil secara patut.
Adapun, dasar hukum putusan verstek dapat disimak dalam ketentuan Pasal 125 HIR, Pasal 149 ayat (1) RBg, dan Pasal 78 Rv, sebagai berikut :
Pasal 125 HIR
Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tidak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada pengadilan negeri bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.
Pasal 149 ayat (1) RBg
Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya (verstek) kecuali bila ternyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai dasar hukum atau tidak beralasan.
Pasal 78 RV
Jika tergugat tidak datang menghadap setelah tenggang waktu serta tata tertib acara dipenuhi, maka putusan dijatuhkan tanpa kehadiran tergugat dan penggugat dikabulkan, kecuali jika hakim menganggap gugatan itu tanpa hak atau tanpa dasar hukum.
Ā
Bentuk-bentuk Putusan Verstek
M Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 459 Ā ā 461), mengklasifikasikan empat bentuk putusan verstek yang dapat dijatuhkan oleh pengadilan yaitu mengabulkan seluruh gugatan, mengabulkan sebagian gugatan, menyatakan gugatan tidak dapat diterima, dan menolak gugatan, yang akan kami uraikan sebagai berikut.
Mengabulkan Seluruh Gugatan
Sepanjang petitum gugatan benar-benar sesuai dengan dalil gugatan dan dalil gugatan mempunyai landasan hukum yang kuat, objektif, dan rasional, maka hakim dapat mengabulkan gugatan untuk seluruhnya.[1]
Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek (hal. 25), menegaskan bahwa untuk putusan verstek yang mengabulkan seluruh gugatan harus didasarkan pada syarat sebagai berikut:
- Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang pada hari sidang yang ditentukan;
- Ia atau mereka tidak mengirim wakil/kuasanya yang sah untuk menghadap;
- Ia atau mereka kesemuanya telah dipanggil dengan patut;
- Petitum tidak melawan hak;
- Petitum beralasan.
Mengabulkan Sebagian Gugatan
Dalam hal terdapat cukup alasan untuk mengabulkan sebagian gugatan, hakim bebas dan berwenang mengabulkan gugatan untuk sebagian saja.[2] Misalnya, penggugat (kreditur) meminta pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perjanjian utang piutang untuk dihukum ikut membayar utang bersama dengan tergugat (debitur). Tuntutan terhadap pihak ketiga tersebut jelas melanggar nilai keadilan dan bertentangan dengan hukum sehingga hakim dapat mengabulkan sebagian gugatan khusus terhadap debitur saja dan menolak tuntutan terhadap pihak ketiga.
Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima
Hakim dapat menyatakan gugatan tidak dapat diterima apabila gugatan melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan dan tidak beralasan atau tidak mempunyai alasan hukum.[3]
Selain itu, menurut pendapat kami, dalam hal terdapat kesalahan formil dalam gugatan, misalnya gugatan diajukan ke pengadilan yang tidak berwenang mengadili, gugatan diajukan ke oleh orang yang tidak berhak, kuasa yang menandatangani surat gugatan tidak memiliki surat kuasa khusus dari pihak penggugat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Terhadap putusan yang demikian, di kemudian hari penggugat masih dapat mengajukan lagi gugatannya sebab hakim belum memeriksa pokok perkara.
Menolak Gugatan
Jika menurut pertimbangan hakim gugatan yang diajukan tidak didukung alat bukti yang memenuhi batas minimal pembuktian, hakim dapat menjatuhkan putusan verstek yang memuat diktum menolak gugatan penggugat.[4]
Penolakan atas gugatan penggugat menghilangkan hak penggugat untuk mengajukan gugatan kembali untuk kedua kalinya dan pada putusan melekat ne bis in idem berdasarkan Pasal 1917 KUH Perdata. Oleh karena itu apabila penggugat keberatan terhadap putusan, dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.[5]
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa putusan verstek tidak berarti mengabulkan seluruh gugatan penggugat. Dengan kata lain, tidak selalu putusan verstek menguntungkan penggugat. Sebab hakim dalam memeriksa perkara tidak hanya sekedar menyelesaikan sengketa demi kepentingan penggugat atau tergugat saja, melainkan titik sentralnya adalah kepentingan keadilan (for the interest of the justice).
Sehingga meskipun tergugat tidak hadir, majelis hakim secara ex officio akan mempelajari isi gugatan dengan sungguh-sungguh untuk menilai apakah gugatan telah memenuhi syarat formal dan materiel sehingga dapat dijatuhkan putusan dengan amar mengabulkan seluruh gugatan, mengabulkan sebagian gugatan, menyatakan gugatan tidak dapat diterima, atau menolak gugatan.
Ā
Upaya Hukum Putusan Verstek
Upaya hukum terhadap putusan verstek adalah dengan verzet atau perlawanan. Pasal 129 ayat (1) HIR menyatakan bahwa tergugat yang dihukum sedang ia tak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat memajukan perlawanan atas keputusan itu.
Perlawanan atau verzet hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara dan tidak boleh dilakukan oleh pihak ketiga.[6]
Baca juga: Upaya Hukum Terhadap Putusan Verstek yang Telak Inkracht
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Ā
Dasar Hukum:
- Herzien Inlandsch Reglement;
- Reglement voor de Buitengewesten;
- Reglement op de Rechtvordering;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Referensi:
- I Rubini dan Chidir Ali. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni, 1974;
- M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2019;
- Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Edisi Revisi. Cetakan Ke-I. Bandung: Mandar Maju: Bandung, 2019.
[1] M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 460
[2] M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 460
[3] M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 460
[4] M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 461
[5] M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. 2019, hal. 461
[6] Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. Edisi Revisi. Cetakan Ke-I. Bandung: Mandar Maju: Bandung, 2019, hal. 30