Di dalam Peraturan Perusahaan (PP) tempat saya bekerja, diatur jika pekerja mengundurkan diri dari perusahaan maka ia akan menerima uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan. Bagaimana dengan uang pisah kalau tidak diatur dalam perusahaan? Apakah ini berarti perusahaan memberikan saya UPMK sesuai UU Ketenagakerjaan? Mohon penjelasannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya karyawan yang resign dapat uang pisah. Namun demikian, secara hukum, besaran uang pisah tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, tapi ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (“PP”), atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).
Lantas, bagaimana jika besaran uang pisah belum diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB? Apakah pekerja yang mengundurkan diri tetap berhak menerima uang pisah?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Tentang Uang Pisah oleh Si Pokrol yang dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 30 Juni 2006, dan pertama kali dimutakhirkan oleh Erizka Pertamasari, S.H. pada Senin, 31 Mei 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelumnya, perlu dipahami pasca diundangkannyaPerppu Cipta Kerjayang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan UU Cipta Kerjadan peraturan pelaksananya, ada beberapa ketentuan UU Ketenagakerjaan yang diubah, dihapus dan/atau ditetapkan pengaturan baru, salah satunya hak-hak pekerja yang mengundurkan diri.
Hak Pekerja yang Mengundurkan Diri (Resign)
Jika merujuk Pasal 162 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, sebelumnya memang mengatur pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperoleh uang penggantian hak (“UPH”). Sedangkan pekerja yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung berhak atas UPH dan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (“PP”) atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).[1] Tapi, kini pasal tersebut sudah dihapusPasal 81 angka 54 Perppu Cipta Kerja.
Saat ini, ketentuan mengenai hak-hak pekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri diatur dalam Pasal 50PP 35/2021 yang menyatakan bahwapekerja yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan memenuhi syarat, berhak atas UPH dan uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (“PP”), atau perjanjian kerja bersama (“PKB”).
Adapun, syarat karyawan mengundurkan diri adalah sebagai berikut:[2]
mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Dari ketentuan tersebut, seluruh karyawan yang resign dapat uang pisah dan UPH apabila mengundurkan diri atas kemauan diri sendiri dan memenuhi syarat.
Tapi, bagaimana jika besaran uang pisah tidak diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB?
Jika Besaran Uang Pisah Tidak Diatur
Disarikan dari Uang Pisah: Hak Buruh yang Terbengkalai, Direktur Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemnakertrans pada waktu itu, Sahat Sinurat menegaskan ketiadaan pengaturan uang pisah di dalam peraturan perusahaan tak otomatis menghilangkan hak pekerja atas uang pisah. Ini penting diluruskan karena dalam praktik banyak hak pekerja atas uang pisah yang diabaikan karena tak diatur oleh perusahaan (hal. 2).
Hal ini juga ditegaskan dalam artikel Dasar Kewajiban Perusahaan Bayar Uang Pisah ke Karyawan bahwa ada atau tidaknya aturan tentang pemberian uang pisah dalam perjanjian kerja, PP atau PKB, tetap mewajibkan perusahaan membayar uang pisah karyawan resign. Sebab, berdasarkan PP 35/2021 uang pisah adalah hak dari karyawan yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, perusahaantetap wajib membayar uang pisah meskipun tidak diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.
Dengan demikian, Anda dapat menempuh penyelesaian perselisihan hak ke Pengadilan Hubungan Industrial, untuk mendapatkan hak Anda berupa pembayaran uang pisah. Baca prosedur penyelesaian perselisihan selengkapnya dalam 3 Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Contoh Putusan
Jika perusahaan tak mengatur besaran uang pisah, sebagai contoh kasus serupa terkait perselisihan hak, Anda bisa merujuk pada Putusan MA No. 104 K/Pdt.Sus/2010.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di persidangan, didapatkan fakta sebagai berikut (hal. 1 – 2):
Pekerja (penggugat) mengundurkan diri setelah 9 tahun lebih bekerja di perusahaan (tergugat). Upah penggugat sebesar Rp1,3 juta per bulan.
Tergugat enggan memberikan hak-hak penggugat, sehingga penggugat mengajukan gugatan ke PHI.
Tergugat belum memiliki PP maupun PKB yang mengatur besaran uang pisah yang berhak diterima pekerja yang mengundurkan diri.
Atas hal-hal tersebut, kemudian Majelis Hakim PHI dalam amar putusannya menghukum tergugat untuk membayar uang pisah sebesar 4 bulan upah, yakni sebesar Rp5.2 juta (hal. 5). Atas putusan tersebut, tergugat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan tersebut ditolak (hal. 10).
Perlu diketahui, hitungan uang pisah tersebut adalah sama dengan hitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) yang dianjurkan oleh mediator hubungan industrial (hal. 2).
Untuk selanjutnya, kami menyarankan agar Anda bersama-sama dengan serikat pekerja sebaiknya mengajukan pembahasan PP atau PKB ke pengusaha untuk mengatur besaran uang pisah lebih lanjut, sehingga hak-hak pekerja dapat terlindungi dan terjamin.
Demikian jawaban dari kami tentang karyawan resign dapat uang pisah, semoga bermanfaat.
DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja