Bolehkah Orang Tua Menuntut Biaya Membesarkan Anak?
Keluarga

Bolehkah Orang Tua Menuntut Biaya Membesarkan Anak?

Bacaan 5 Menit

Pertanyaan

Saya sedang membantu ibu saya yang ingin bercerai dengan ayah saya karena ayah saya suka KDRT. Mereka tinggal di rumah yang saya belikan (sertifikat atas nama saya), karena orang tua saya tidak punya rumah. Kami mempunyai kendaraan yang seluruhnya dibeli oleh saya dan saya atas namakan adik dan ibu saya. Saya juga beli motor dan atas namakan ayah saya. Di saat dia marah dan KDRT kepada ibu, dia mengancam mengajak hitung-hitungan kepada anak-anaknya berapa biaya yang sudah ia keluarkan untuk membesarkan anak. Apakah ayah saya berhak menuntut atas hasil perolehan harta yang saya beli dan saya atas namakan ibu dan adik saya? Apa sajakah yang menjadi harta gono gini ayah saya dan ibu saya yg pada kenyataan saat ini tidak punya rumah, hanya beberapa barang saja di dalam rumah.

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), harta bersama (harta gono gini) adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Yang termasuk harta bersama adalah pendapatan suami, pendapatan istri serta harta yang dibeli hasil dari pendapatan suami atau istri.
 
Seorang anak yang telah dewasa berdasarkan Pasal 46 UU Perkawinan, berkewajiban untuk memelihara kedua orang tuanya menurut kemampuannya. Namun demikian, kewajiban tersebut bukan merupakan kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan untuk membesarkan anak. Dengan demikian, orang tua tidak dapat meminta kepada anaknya penggembalian biaya yang telah dikeluarkan untuk membersarkan anak tersebut.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Harta Bersama dalam Perkawinan
Pengaturan mengenai perkawinan di Indonesia saat ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan perubahannya.
 
Berdasarkan Pasal 35 UU Perkawinan, ada tiga macam harta benda dalam perkawinan, yaitu:
  1. Harta bersama atau yang lebih dikenal dengan harta gono-gini, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan;
  2. Harta bawaan, yaitu harta benda yang diperoleh/dibawa oleh masing-masing suami ataupun istri sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Jenis harta ini berada di bawah penguasaan masing-masing suami istri; dan
  3. Harta masing-masing suami istri, yang diperoleh melalui hadiah/hibah atau warisan/wasiat selama perkawinan. Jenis harta ini juga berada di bawah penguasaan masing-masing suami istri.
 
Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 92) menjelaskan bahwa harta bersama ialah harta perolehan selama dalam ikatan perkawinan yang didapat atas usaha masing-masing secara sendiri-sendiri atau didapat secara usaha bersama.
 
Lebih lanjut, Evi Djuniarti dalam artikelnya Hukum Harta Bersama Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata yang dimuat dalam Jurnal Penelitian Hukum De Jure (hal. 453) menjelaskan bahwa yang termasuk harta bersama antara lain pendapatan suami, pendapatan istri, serta harta yang dibeli hasil dari pendapatan suami atau istri, tidak menjadi masalah apakah suami atau istri yang membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami mengetahui pada saat pembelian, dan tidak menjadi masalah atas nama siapa harta itu didaftarkan (hal. 448).
 
Bila suatu perkawinan putus karena perceraian, maka berdasarkan Pasal 36 UU Perkawinan, terhadap harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Adapun yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lainnya.[1]
 
Berdasarkan cerita yang Anda sampaikan, kami mengasumsikan bahwa antara ayah dan ibu Anda tidak terdapat perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta. Oleh karena itu, setiap harta yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama.  
 
Selain itu kami mengasumsikan bahwa hukum yang akan digunakan untuk menyelesaikan pembagian harta bersama ini adalah Hukum Islam atau hukum positif yang berlaku.
 
Bagi yang beragama Islam, dengan menggunakan Hukum Islam sebagai dasar pembagian harta bersama, maka harta bersama harus dibagi dua untuk suami dan istri. Hal ini diatur dalam Pasal 97 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) sebagai berikut:
 
Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
 
Ketentuan yang sama berlaku berdasarkan hukum positif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 126 dan 128 Kitab Undang-udang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).
 
Jadi, jika antara ayah dan ibu Anda selama perkawinan berlangsung terdapat pendapatan suami dan/atau istri serta harta yang dibeli dari pendapatan suami dan/atau istri, nantinya apabila telah terjadi perceraian, harta tersebutlah yang menjadi harta gono-gini dan harus dibagi dua untuk ayah dan ibu Anda.
 
Dengan demikian, harta benda yang Anda beli termasuk rumah dan kendaraan bukan merupakan harta bersama ayah dan ibu Anda.
 
Penuntutan atas Biaya Membesarkan Anak
Mengenai pertanyaan apakah ayah Anda dapat menuntut biaya membesarkan anak, berdasarkan UU Perkawinan hal tersebut tidak dapat dilakukan karena membesarkan anak  merupakan kewajiban orang tua, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 45 UU Perkawinan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Bahkan kewajiban tersebut terus berlaku meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya putus akibat perceraian.
 
 
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
  1. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak
 
Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, ayah Anda tidak berhak menuntut harta yang Anda peroleh, termasuk harta yang diatasnamanakan ibu dan adik Anda. Adapun mengenai motor yang diatasnamakan ayah Anda, apabila motor tersebut telah Anda hibahkan kepada ayah Anda sesuai dengan Pasal 1687 KUH Perdata, yaitu dengan menyerahkan motor tersebut begitu saja, maka motor tersebut menjadi milik ayah Anda.
 
Meskipun ayah Anda tidak dapat menunutut biaya membesarkan Anda, berdasarkan Pasal 46 UU Perkawinan, anak wajib menghormati kedua orang tua mereka, dan jika telah dewasa wajib memelihara kedua orang tuanya menurut kemampuannya. Sehingga, Anda tetap mempunyai kewajiban untuk memelihara ayah Anda. Namun, kewajiban tersebut bukan sebagai kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan untuk membesarkan anak, melainkan kewajiban yang diamanatkan oleh undang-undang.
 
 
Dasar Hukum:
 
Referensi:
  1. Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cetakan 5. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986.
  2. Evi Djuniarti. Hukum Harta Bersama Ditinjau Dari Perspektif Undang-Undang Perkawinan dan KUH Perdata. Jurnal Penelitian Hukum De Jure (Desember 2017).
 

[1] Penjelasan Pasal 37 UU Perkawinan
 
Tags: