Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Bolehkah Perusahaan Mencicil THR Karyawan sebagai Imbas COVID-19? yang pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 16 April 2021, dan pertama kali dimutakhirkan pada Kamis, 14 April 2022.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait :
Kewajiban Memberikan dan Besaran THR
Pasal 1 angka 1 Permenaker 6/2016 mendefinisikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau yang biasa dikenal dengan THR sebagai pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.
Dalam hal ini, yang dimaksud hari raya keagamaan adalah Hari Raya Idul Fitri bagi karyawan yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi karyawan yang beragama Kristen Katolik dan Kristen Protestan, Hari Raya Nyepi bagi karyawan yang beragama Hindu, Hari Raya Waisak bagi karyawan yang beragama Budha, dan Hari Raya Imlek bagi karyawan yang beragama Konghucu.[1]
Adalah wajib hukumnya bagi pengusaha untuk memberikan THR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.[2]
Adapun mengenai pembayaran THR tahun 2023, pemerintah telah mengeluarkan SE Menaker 2/2023. Dalam SE tersebut dinyatakan bahwa THR diberikan kepada karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”), yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih.[3]
Rekomendasi Berita :
Besaran THR ditetapkan sebagai berikut:[4]
- Karyawan yang masa kerjanya 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah;
- Karyawan yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
masa kerja x 1 bulan upah
12
Sedangkan bagi karyawan yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 bulan dihitung sebagai berikut:[5]
- Jika masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan;
- Jika masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Sebagai catatan, bila penetapan besaran nilai THR berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana diatur di atas, besaran THR yang dibayarkan adalah sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan yang telah dilakukan.[6]
Bolehkah Perusahaan Mencicil THR Karyawan?
Pada dasarnya THR diberikan 1 kali dalam 1 tahun sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing karyawan, kecuali ditentukan lain sesuai kesepakatan bersama.[7] Kapan THR paling lambat dibayarkan? THR wajib dibayarkan pengusaha kepada karyawan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing karyawan.[8]
Dalam hal hari raya keagamaan yang sama terjadi lebih dari 1 kali dalam 1 tahun, THR diberikan sesuai pelaksanaan hari raya keagamaan masing-masing karyawan.[9]
Lalu, bagaimana jika pembayaran THR dicicil? Bolehkah hal tersebut dilakukan?
Angka 7 SE Menaker 2/2023 telah secara tegas menyatakan bahwa THR wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Bahkan jika timbul pertanyaan kapan THR dibayarkan 2023? Ada imbauan kepada perusahaan agar membayar THR lebih awal sebelum jatuh tempo kewajiban pembayaran THR.
Disarikan dari Menaker: Pembayaran THR 2023 Tak boleh Dicicil, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan THR harus dibayar penuh tidak boleh dicicil. Perusahaan harus taat pada ketentuan pembayaran THR (hal. 2). Dengan demikian, jelas bahwa THR harus dibayar secara penuh dan tidak boleh dicicil.
Jika Pengusaha Terlambat atau Tidak Membayar THR
Pengusaha yang terlambat membayar THR dikenai denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran.[10]
Namun pengenaan denda tersebut tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR kepada karyawan. Denda itu selanjutnya dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan karyawan yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.[11]
Sedangkan bagi pengusaha tidak membayar THR kepada karyawan, maka yang bersangkutan dapat dikenai sanksi administratif,[12] berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.[13]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan;
- Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
[1] Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”)
[2] Pasal 2 ayat (1) Permenaker 6/2016
[3] Angka 1 Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“SE Menaker 2/2023”)
[4] Angka 2 SE Menaker 2/2023
[5] Angka 3 SE Menaker 2/2023
[6] Angka 5 SE Menaker 2/2023
[7] Pasal 5 ayat (1) dan (3) Permenaker 6/2016
[8] Pasal 5 ayat (4) Permenaker 6/2016
[9] Pasal 5 ayat (2) Permenaker 6/2016
[10] Pasal 10 ayat (1) Permenaker 6/2016
[11] Pasal 10 ayat (2) Permenaker 6/2016
[12] Pasal 11 ayat (1) Permenaker 6/2016
[13] Pasal 79 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan