Selamat sore. Bolehkah perusahaan memaksa untuk membuat perjanjian saat kita mau mengundurkan diri, untuk tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah kita mengundurkan diri? Salam.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Setiap pekerja dapat mengundurkan diri atas kemauannya sendiri sepanjang memenuhi syarat dan tanpa harus membuat perjanjian tertentu seperti yang Anda tanyakan. Lantas, bolehkah perusahaan memaksa karyawan untuk menandatangani perjanjian agar tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah mengundurkan diri?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Dipaksa Membuat Perjanjian “Tidak Akan Bekerja Pada Perusahaan Sejenis”Saat Resign yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 21 Maret 2014.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hukumnya Resign dari Perusahaan
Sebelumnya, kami berasumsi bahwa pekerja yang Anda maksud itu mengundurkan diri atas dasar kehendaknya sendiri. Mengenai pekerja yang mengundurkan diri atau resign atas kehendaknya sendiri dapat kita temukan pengaturannya dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru ketentuan Pasal 154A huruf (i) UU Ketenagakerjaan. Lebih lanjut, dalam pasal tersebut disebutkan mengenai syarat-syarat bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri:
Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Mengacu pada hal-hal di atas, jadi apabila pekerja yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, maka ia dapat mengajukan pengunduran diri. Sehingga, tidak ada kewajiban tambahan yang wajib dilakukan oleh pekerja yang mengundurkan diri sebagaimana Anda pertanyakan.
Klausula Non Kompetisi
Kemudian, patut Anda ketahui bahwa klausula yang Anda sebutkan yaitu “untuk tidak bekerja pada perusahaan sejenis setelah mengundurkan diri” merupakan klausula non-kompetisi (non-competition clause atau non-compete clause).
Non-competition clause adalah sebuah klausul yang mengatur bahwa tenaga kerja setuju untuk tidak akan bekerja sebagai karyawan atau agen perusahaan yang dianggap sebagai pesaing atau bergerak pada bidang usaha yang sama untuk periode atau jangka waktu tertentu setelah tanggal pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja.
Jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 31 UU Ketenagakerjaan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Selain itu Pasal 38 ayat (2) UU HAM menyebutkan setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.
Kami berpendapat, keberadaan klausula non-kompetisi ini bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan karena pada dasarnya setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil. Sehingga, klausula non-kompetisi pada dasarnya tidak dapat diberlakukan.
Dilihat dari segi hukum perjanjian, suatu perjanjian itu tidak boleh dibuat karena paksaan. Untuk lebih jelasnya, kita perlu ketahui tentang syarat sah perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu hal tertentu;
Suatu sebab yang halal.
Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi, syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika syarat objektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Kemudian, dalam Pasal 1321 KUH Perdata dikatakan bahwa tiada sepakat yang sah jika sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan. Dari sini kita bisa ketahui bahwa jika pekerja dipaksa untuk sepakat pada suatu perjanjian untuk tidak bekerja di perusahaan sejenis setelah ia mengundurkan diri dari tempat kerjanya yang terdahulu, maka perjanjian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Mengenai apa yang dimaksud dengan paksaan, Pasal 1324 KUH Perdata menerangkan paksaan telah terjadi jika perbuatan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.
Dengan demikian, ketentuan hukum di Indonesia memang tidak mengatur secara tegas melarang atau memperbolehkan pencantuman klausul atau perjanjian non-kompetisi. Namun, karena bentuknya merupakan perjanjian, maka sudah seharusnya tunduk pada hukum perjanjian di Indonesia. Apabila perjanjian tersebut dilakukan dengan paksaan, maka perjanjian tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Di sisi lain, jika disarikan dari Klausul Non-Kompetisi dalam Perjanjian Kerja dan Perbandingan dengan Negara Tetangga, pencantuman klausul non-kompetisi dalam suatu perjanjian kerja akibatnya adalah batal demi hukum jika terbukti bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan, yakni UU Ketenagakerjaan dan UU HAM.