Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Pidana Pokok dan Tambahan yang dibuat oleh Bung Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 3 Februari 2005, dan pertama kali dimutakhirkan oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H., pada Rabu, 6 Desember 2017.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
klinik Terkait :
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Jenis Hukuman Pidana
KUHP yang lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan serta UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026 membedakan hukuman atau pidana menjadi sebagai berikut.
KUHP | UU 1/2023 |
Pasal 10 Pidana terdiri atas:
| Pasal 64 Pidana terdiri atas:
|
Pasal 10 huruf a a. pidana pokok yaitu:
| Pasal 65
|
Pasal 10 huruf b b. pidana tambahan yaitu:
| Pasal 66
|
| Pasal 67 Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif. |
Selain ketiga jenis pidana sebagaimana diatur UU 1/2023, juga dikenal tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan pidana pokok berupa konseling, rehabilitasi, pelatihan kerja, perawatan di lembaga, dan/ atau perbaikan akibat tindak pidana.[2]
Pengenaan tindakan berupa rehabilitasi, penyerahan kepada seseorang, perawatan di lembaga, penyerahan kepada pemerintah dan/atau perawatan di rumah sakit jiwa[3] juga berlaku bagi:
- Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidananya dan/atau dikenai tindakan. [4]
- Setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan kekambuhan akut dan disertai gambaran psikotik dan/ atau disabilitas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana, tetapi dapat dikenai tindakan.[5]
Mengenai jenis, jangka waktu, tempat, dan/atau pelaksanaan tindakan lebih lanjut ditetapkan dalam putusan pengadilan.[6]
Rekomendasi Berita :
Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 36) menjelaskan bahwa selain hukuman pokok, maka dalam beberapa hal yang ditentukan dalam undang-undang dijatuhkan pula (ditambah) dengan salah satu dari hukuman tambahan. Hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman pokok, jadi tak mungkin dijatuhkan sendirian.
Namun demikian, pengaturan mengenai pidana tambahan juga terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan lainnya. KUHP sendiri memang tidak membatasi bahwa pidana tambahan tersebut terbatas pada 3 bentuk di atas saja. Dalam Pasal 18 ayat (1)UU 31/1999 misalnya, diatur juga mengenai bentuk pidana tambahan lainnya dalam kasus tindak pidana korupsi, seperti:
- perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;
- pembayaran uang pengganti yang besarnya sama dengan harta benda yang dikorupsi;
- penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun;
- pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
Selain itu UU 1/2023 juga mengatur secara tersendiri jenis hukuman pidana bagi anak (Pasal 112 s.d. Pasal 117UU 1/2023) dan jenis hukuman pidana bagi korporasi (Pasal 118 s.d. Pasal 124 UU 1/2023).
Contoh Kasus
Guna mempermudah pemahaman Anda, berikut ini kami sarikan contoh Putusan PN Tanjungkarang Nomor 45/Pid./TPK/2013/PN.TK di mana hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp50 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan (hal. 103).
Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa dengan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp18.834.200, dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk mencukupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan (hal. 103).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korporasi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Putusan:
Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor 45/ Pid./TPK/2013/PN.TK.
Referensi:
Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.
[1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)
[2] Pasal 103 ayat (1) UU 1/2023
[3] Pasal 103 ayat (2) UU 1/2023
[4] Pasal 38 UU 1/2023
[5] Pasal 39 UU 1/2023
[6] Pasal 103 ayat (3) UU 1/2023