KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

KUA Hanya Mencatat Perkawinan Agama Islam, Ini Dasar Hukumnya

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

KUA Hanya Mencatat Perkawinan Agama Islam, Ini Dasar Hukumnya

KUA Hanya Mencatat Perkawinan Agama Islam, Ini Dasar Hukumnya
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
KUA Hanya Mencatat Perkawinan Agama Islam, Ini Dasar Hukumnya

PERTANYAAN

Akhir-akhir ini viral soal rencana KUA jadi tempat pernikahan semua agama. Menurut berita yang beredar, menurut rencana Kementerian Agama, KUA akan mencatat pernikahan semua agama termasuk agama non-Islam. Pasalnya, tahun 2024 non muslim bisa menikah di KUA. Pertanyaan saya, kenapa selama ini KUA hanya mencatat pernikahan Islam? Lalu, perkawinan non-muslim dicatat dimana? Mohon Pencerahannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kantor Urusan Agama (“KUA”) adalah instansi pemerintah agama tingkat daerah yang mengemban beberapa misi Kementerian Agama Republik Indonesia di wilayah kabupaten, khususnya dalam bidang urusan agama Islam. Salah satu fungsi KUA adalah melaksanakan pencatatan nikah bagi orang beragama Islam.

    Jika KUA hanya mencatat perkawinan bagi orang beragama Islam, lantas, perkawinan non-muslim dicatat dimana? Selain itu, apa dasar hukum KUA hanya mencatat perkawinan agama Islam?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Berkaitan dengan informasi yang Anda berikan, berdasarkan laman MPR RI, Menteri Agama merencanakan pencatatan nikah seluruh agama akan terpusat di Kantor Urusan Agama (“KUA”). Namun sepanjang penelusuran kami, pada saat artikel ini diterbitkan belum terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pencatatan pernikahan semua agama di KUA.

    Walau demikian, kami akan jelaskan mengenai tugas dan fungsi KUA, alasan perkawinan dicatat di KUA, dan dasar hukum KUA hanya mencatat perkawinan agama Islam.

    Kedudukan, Tugas, dan Fungsi KUA

    Apa itu KUA? KUA adalah instansi pemerintah agama tingkat daerah yang mengemban beberapa misi Kementerian Agama Republik Indonesia di wilayah kabupaten, khususnya dalam bidang urusan agama Islam.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Secara yuridis, berdasarkan Pasal 1 angka 2 Permenag 20/2019, Kantor Urusan Agama Kecamatan (“KUA Kecamatan”) adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota.

    Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Kepmenag 517/2001, KUA Kecamatan berkedudukan di wilayah kecamatan dan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam/Bimas Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam. Lalu, KUA Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala.[2]

    Adapun KUA Kecamatan memiliki tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan.[3] Dalam melaksanakan tugas tersebut, KUA menyelenggarakan fungsi:[4]

    1. menyelenggarakan statistik dan dokumentasi;
    2. menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga KUA;
    3. melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam melaksanakan tugasnya, kepala KUA Kecamatan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan KUA dengan instansi vertikal Departemen Agama lainnya maupun antara unsur departemen di kecamatan dengan unsur pemerintah daerah.[5]

    Kedudukan, tugas, dan fungsi KUA dapat Anda baca selengkapnya dalam Pasal 1 s.d. Pasal 6 Kepmenag 517/2001.

    Mengapa Perkawinan Harus Dicatat di KUA?

    Sebagaimana telah kami jelaskan, salah satu fungsi KUA adalah melaksanakan pencatatan nikah bagi masyarakat yang beragama Islam. Disarikan dari tulisan Rachmadi Usman berjudul Makna Pencatatan Perkawinan dalam Peraturan Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia (hal. 255), pencatatan perkawinan merupakan prinsip hukum perkawinan nasional yang didasarkan pada UU Perkawinan dan perubahannya. Dalam regulasi perkawinan Indonesia, prinsip pencatatan perkawinan menentukan keabsahan pernikahan. Artinya, selain mengikuti ketentuan hukum agama atau kepercayaan agama, pencatatan perkawinan juga merupakan syarat sah pernikahan. Oleh karena itu, wajib hukumnya melakukan pencatatan dan pembuatan akta perkawinan sesuai dengan peraturan perkawinan di Indonesia.

    Prinsip tersebut ditegaskan oleh Pasal 2 ayat UU Perkawinan yang berbunyi sebagai berikut:

    1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
    2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Selain diatur dalam UU Perkawinan, Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU Adminduk juga menegaskan bahwa perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dicatat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Kemudian, pada dasarnya pencatatan pernikahan meliputi:[6]

    1. pendaftaran kehendak nikah;
    2. pemeriksaan kehendak nikah;
    3. pengumuman kehendak nikah;
    4. pelaksanaan pencatatan nikah; dan
    5. penyerahan Buku Nikah

    Lalu, pencatatan nikah dilakukan setelah akad nikah dilaksanakan.[7] Akad nikah tersebut kemudian dicatat dalam Akta Nikah oleh Kepala KUA Kecamatan atau Pegawai Pencatatan Nikah Luar Negeri (“PPN LN”).[8] Adapun Kepala KUA Kecamatan berperan sebagai penghulu,[9] dan PPN LN adalah pegawai yang diangkat oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia Luar Negeri yang melaksanakan tugas pencatatan nikah masyarakat Islam di luar negeri.[10]

    Selengkapnya mengenai pelaksanaan pencatatan nikah dapat Anda temukan dalam Pasal 9 s.d. Pasal 20 Permenag 20/2019.

    Baca juga: Persyaratan Nikah di KUA (Kantor Urusan Agama)

    Dasar Hukum KUA Hanya Mencatat Perkawinan Agama Islam

    Menjawab pertanyaan Anda, baik dalam Kepmenag 517/2001 maupun Permenag 20/2019, keduanya hanya mengatur pencatatan pernikahan bagi umat Islam dan tidak bagi orang beragama non-islam.

    Hal tersebut tertulis dalam Konsideran Permenag 20/2019 bahwa untuk tertib administrasi, transparansi, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam, perlu mengatur mengenai pencatatan pernikahan.

    Begitu pula yang diatur dalam Kepmenag 517/2001, yaitu KUA Kecamatan bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang dikoordinasi oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam/Bimas Islam/Bimas dan Kelembagaan Agama Islam.

    Jika KUA hanya mencatat perkawinan bagi orang beragama Islam, lantas, perkawinan non-muslim dicatat dimana?

    Pencatatan Perkawinan Non-Muslim

    Pada dasarnya, menurut Pasal 2 ayat (2) PP 9/1975, pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil.

    Disarikan dari laman Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (“Disdukcapil”) Kota Surabaya, pencatatan perkawinan di Disdukcapil bagi masyarakat non-muslim menjadi gerbong kedua setelah perkawinan berlangsung dalam prosesi keagamaan atau upacara adat. Sama halnya dengan pencatatan perkawinan bagi umat muslim, pencatatan perkawinan non-muslim adalah untuk mengakui keabsahan bahwa pasangan suami-istri tercatat secara sah di mata hukum.

    Baca juga: Bolehkah Nikah Beda Agama di Indonesia? Ini Hukumnya

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan;
    5. Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan.

    Referensi:

    1. Nurul Deliana (et.al). Peran Kantor Urusan Agama terhadap Masyarakat Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Sumatera Utara. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 9, No. 6, 2022;
    2. Rachmadi Usman. Makna Pencatatan Perkawinan dalam Peraturan Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 3, 2017, hal. 255;
    3. Disdukcapil Kota Surabaya, Sosialisasi Layanan Pendaftaran Perkawinan Non-Muslim di Kota Surabaya; diakses pada 27 Februari 2024, pukul 09.30 WIB;
    4. MPR RI, Kritisi Rencana Menag Pencatatan Nikah Semua Agama di KUA, diakses pada 27 Februari 2024, pukul 09.12 WIB.

    [1] Nurul Deliana (et.al). Peran Kantor Urusan Agama terhadap Masyarakat Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Sumatera Utara. Nusantara: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 9, No. 6, 2022, hal. 2106

    [2] Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Agama Nomor 517 Tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan (“Kepmenag 517/2001”)

    [3] Pasal 2 Kepmenag 517/2001

    [4] Pasal 3 Kepmenag 517/2001

    [5] Pasal 7 Kepmenag 517/2001

    [6] Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Pernikahan (“Permenag 20/2019”)

    [7] Pasal 9 ayat (1) Permenag 20/2019

    [8] Pasal 20 ayat (1) Permenag 20/2019

    [9] Pasal 1 angka 7 Permenag 20/2019

    [10] Pasal 1 angka 4 Permenag 20/2019

    Tags

    kua
    perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!