Jika Tidak Punya NPWP, Ini Akibat Hukumnya
Kenegaraan

Jika Tidak Punya NPWP, Ini Akibat Hukumnya

Bacaan 6 Menit

Pertanyaan

Apa benar akan ada peraturan bahwa semua karyawan harus mempunyai NPWP sendiri? Kalau tidak, pajak pendapatan yang akan dikenakan jadi dua kali lipat? Seberapa jauh UU tentang NPWP Perorangan ini? Terima kasih.

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”) berfungsi sebagai tanda pengenal diri wajib pajak dan juga memudahkan segala urusan terkait administrasi perpajakan. Bagi wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan dirinya dan diberikan NPWP.

Lalu bagaimana kalau tidak punya NPWP?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Akibat Hukum Jika Tidak Memiliki NPWP yang dibuat oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 18 Januari 2021, yang pertama kali dimutakhirkan oleh Valerie Augustine Budianto, S.H. pada Selasa, 5 April 2022.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda mengenai akibat hukum jika tidak punya NPWP, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu NPWP.

Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak atau yang biasa dikenal dengan sebutan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana administrasi perpajakan.

Fungsi NPWP adalah sebagai tanda pengenal diri wajib pajak serta untuk memudahkan segala urusan wajib pajak terkait dengan administrasi perpajakan.

Terdapat 2 jenis NPWP, yakni NPWP Pribadi untuk wajib pajak perorangan dan NPWP Badan untuk wajib pajak badan usaha.[1]

Dasar hukum NPWP tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UU 28/2007 yang berbunyi:

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan yang sama diatur juga ketentuan mengenai Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pemberitahuan, dan tata cara pembayaran pajak.

Kewajiban pemegang NPWP selaku wajib pajak adalah melaporkan penghasilan wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan Tahunan untuk menetapkan pajak terutang dalam satu tahun pajak,[2] serta menyetorkan pajaknya.

Adapun Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (“PTKP”),[3] dengan per tahun diberikan paling sedikit sebesar:[4]

  1. Rp54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi;
  2. Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
  3. Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan
  4. Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Namun patut dicatat, apabila wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.[5]

Sehingga karyawan sebagaimana Anda maksud termasuk wajib pajak sepanjang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, maka kepadanya diberikan NPWP Pribadi.

Baca juga: Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Keuntungannya

Akibat Hukum Jika Tidak Punya NPWP

Dalam praktiknya, berbagai alasan tidak punya NPWP di antaranya ketidaktahuan cara membuat NPWP, tidak ingin membayar pajak, dan lain-lain. Adapun menjawab pertanyaan Anda mengenai denda kalau tidak punya NPWP, kami akan merujuk pada Pasal 21 ayat (5a) UU 36/2008  yang menyatakan:

(5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Oleh karena itu, bukan menjadi dua kali lipat sebagaimana Anda maksud melainkan wajib pajak yang tidak punya NPWP tetapi memperoleh penghasilan, akan dikenakan tarif yang lebih tinggi yaitu sebesar 20% dibandingkan wajib pajak yang sudah memiliki NPWP.

Lebih lanjut, mengenai ketentuan pendaftaran NPWP dapat Anda lihat pada Peraturan Dirjen Pajak No. PER-04/PJ/2020.

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini

Demikian jawaban dari kami mengenai akibat hukum kalau tidak punya NPWP, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, ketiga kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
  3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
  4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

[1]  Pasal 111 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 7/1983”)

[2]  Penjelasan Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983

[4] Pasal 3 angka 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengubah Pasal 7 angka 1 UU 7/1983

[5] Penjelasan Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983

Tags: