KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sanksi bagi Perusak Pagar Orang Lain

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Sanksi bagi Perusak Pagar Orang Lain

Sanksi bagi Perusak Pagar Orang Lain
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sanksi bagi Perusak Pagar Orang Lain

PERTANYAAN

Mohon penjelasannya. si A bersaudara dengan si B. Ada permasalahan tentang tanah antara si A dan B sehingga si B melakukan penebangan pohon dan merusak pagar di atas tanah yang dipermasalahkan tersebut. Kami jelaskan lagi bahwa pohon yang ditebang tersebut ditanam oleh Alm. orang tua kandung si A dan B sedangkan pagar tersebut dibuat oleh si A. Apakah si B bisa dijerat pasal pengrusakan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami menyarankan agar penyelesaian perselisihan keluarga hingga ke ranah hukum hendaknya menjadi pilihan terakhir setelah upaya perdamaian dengan cara musyawarah mufakat dilakukan.

     

    Kami asumsikan bahwa ada 2 (dua) perbuatan yang dilakukan oleh si B yaitu menebang pohon dan melakukan pengrusakan pagar yang dibangun oleh si A. Kami juga berasumsi bahwa pembuatan pagar di atas tanah yang dipermasalahkan tersebut oleh A menandakan bahwa pagar tersebut sebagian atau seluruhnya milik A. Atas tindakan B yang merusak pagar, maka tindakan B dalam hukum pidana dikategorikan sebagai tindak pidana pengrusakan barang yang sanksi pidananya dapat kita temukan dalam Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

    KLINIK TERKAIT

    2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana

    2 Cara Korban Menuntut Ganti Rugi kepada Terpidana
     

    “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

     

    Unsur-unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1.    Barangsiapa;

    2.    Dengan sengaja dan melawan hukum;

    3.    Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu;

    4.    Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain

     

    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa supaya dapat dihukum menurut pasal ini, harus dibuktikan (hal. 279):

    a.    bahwa terdakwa telah membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan suatu barang;

    b.    bahwa pembinasaan dan sebagainya itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hak;

    c.    bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain.

     

    Lebih lanjut Soesilo mencontohkan misalnya A benci kepada B, kemudian untuk melepaskan marahnya, tanaman B dirusak atau sepeda B dihancurkan.

     

    Dari sini jelas kiranya dirusaknya pagar milik A oleh B merupakan tindak pidana pengrusakan dan akibat tindakannya itu, B diancam pidana sesuai Pasal 406 ayat (1) KUHP.

     

    Terkait pasal ini, Soesilo menguraikan hal-hal berikut:

     

    ·         “Membinasakan”= menghancurkan (vernielen) atau merusak sama sekali, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga, sehingga hancur.

    ·         “Merusakkan”= kurang daripada membinasakan (beschadigen), misalnya memukul gelas, piring, cangkir, dan sebagainya, tidak sampai hancur, akan tetapi hanya pecah sedikit retak atau hanya putus pegangannya.

    ·         “Membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi”= di sini tindakan itu harus demikian rupa sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki lagi.

    ·         “Menghilangkan”= membuat sehingga barang itu tidak ada lagi, misalnya dibakar sampai habis, dibuang di kali atau laut hingga hilang.

    ·         “Barang”= barang yang terangkat maupun barang yang tidak terangkat.

     

    Akan tetapi, karena pengrusakan ini terjadi dalam keluarga, maka berlaku Pasal 411 jo. Pasal 367 KUHP, yaitu pengrusakan ini merupakan delik aduan.

     

    Lebih lanjut, masih terkait dengan Pasal 406 KUHP, seperti yang dijelaskan oleh Soesilo di atas, yang dimaksud pengrusakan “barang” dalam hal ini juga termasuk pengrusakan tanaman. Dalam hal ini penebangan pohon yang dilakukan oleh si B. Akan tetapi, berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan, tanaman (pohon) di atas tanah itu ditanam oleh alm. orang tua kandung dari A dan B. Anda mengatakan bahwa kepemilikan tanah ini masih bermasalah. Oleh karena itu, perlu dibuktikan kembali siapa yang memiliki pohon tersebut saat ini.

     

    Apabila misalnya tanah tersebut merupakan tanah warisan yang dimiliki bersama antara A dan B, maka menurut hemat kami, perbuatan pengrusakan pohon atau penebangan pohon yang dilakukan B tetap dikatakan sebagai pengrusakan karena kepemilikan tanah tersebut sebagian adalah milik A sehingga B tetap diancam pidana karena telah melakukan pengrusakan.

     

    Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1013 K/Pid/2012 diketahui bahwa terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENGRUSAKAN” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP melalui putusan Pengadilan Negeri Limboto yang kemudian dikuatkan oleh putusan Pengadilan Negeri Gorontalo. Terdakwa terbukti melakukan pengrusakan terhadap pagar milik saksi korban dengan cara memotong-motong pagar rumah dengan parang sehingga tidak dapat dipergunakan lagi, akibatnya saksi korban mengalami kerugian dan merasa keberatan dengan perbuatan terdakwa tersebut. Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht) Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915.

     
    Referensi:

    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung No. 1013 K/Pid/2012.

      

    Tags

    hukum
    keluarga

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!