Aktivisme dan Ancaman Judicial Harassment
Kolom

Aktivisme dan Ancaman Judicial Harassment

Tujuan dari judicial harassment adalah agar orang jadi takut, jera, dan berhenti menyuarakan kritik untuk kepentingan publik.

Bacaan 8 Menit
Aktivisme dan Ancaman Judicial Harassment
Hukumonline

Pelapor Khusus PBB tentang Situasi Pembela HAM (UN Special Rapporteur on the situation of human rights defenders), Mary Lawlor, mengeluarkan pernyataan pers (26/11/2021). Lawlor mengingatkan pemerintah Indonesia, agar segera berhenti melakukan judicial harassment pada para pembela HAM.

Dua kasus terpisah disinggung Lawlor: laporan pencemaran nama baik dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko terhadap aktivis ICW Egi Primayogha dan Miftachul Choir, dan laporan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, dan Pendiri Lokataru Haris Azhar.

Pelapor Khusus PBB Mary Lawlor menyampaikan keprihatinannya atas penerapan hukum pencemaran nama baik yang membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Lawlor juga mengangkat persoalan di mana Organisasi Masyarakat Sipil malah jadi target, padahal sedang menjalankan perannya untuk turut memastikan pemerintah bekerja dengan tata kelola yang baik, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Lawlor mendesak agar persoalan pencemaran nama baik diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana.

Perutusan Tetap Indonesia di Jenewa (Permanent Mission of the Republic of Indonesia in Geneva) langsung menanggapi pernyataan Pelapor Khusus PBB itu pada hari yang sama. Perutusan Tetap Indonesia menjelaskan bahwa kasus-kasus itu adalah murni sengketa hukum (legal dispute) antar sesama warga negara, dan bahwa pemerintah menghormati prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law).

Baca juga:

Perutusan Tetap Indonesia keberatan dengan istilah “judicial harassment”, dan mengingatkan Pelapor Khusus PBB Mary Lawlor, agar membedakan judicial harassment dengan tindakan hukum yang sah (legitimate legal action). Perutusan Tetap Indonesia juga mendesak Pelapor Khusus PBB agar tidak melakukan diplomasi megafon untuk kepentingan pribadinya sendiri.

Diskusi tentang judicial harassment sering diwarnai perdebatan, khususnya mengenai eksistensi dari praktik judicial harassment itu sendiri. Pendukung konsep judicial harassment terus berusaha menyajikan argumen dan bukti bahwa praktik buruk ini nyata adanya, dan perlu diakui sebagai permasalahan keadilan yang penting untuk diselesaikan bersama.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait