Pekerja Menjadi Direktur: Anotasi SEMA No.1 Tahun 2022
Kolom

Pekerja Menjadi Direktur: Anotasi SEMA No.1 Tahun 2022

SEMA No.1 Tahun 2022 merupakan referensi hukum pekerja sebelum, pada saat, atau setelah menjadi direksi.

Bacaan 7 Menit

Batas antara pengusaha dengan pekerja dalam struktur organisasi perusahaan dapat diketahui dari dasar pengangkatannya. Pengusaha diangkat oleh RUPS sedangkan pekerja diangkat berdasarkan perjanjian kerja. Presiden Direktur/Direktur Utama/Direktur, dalam struktur organisasi perusahaan menempati posisi tertinggi, mereka inilah yang disebut sebagai pengusaha. Posisi selanjutnya dalam struktur organisasi pada umumnya adalah Vice President (VP), General Manager (GM), Manager, sampai dengan posisi terendah, mereka semua disebut sebagai pekerja.

Pembeda pengusaha dengan pekerja sangat penting untuk mengetahui mana pengusaha dan mana pekerja karena melekat kewajiban, hak dan perlindungan hukum masing-masing pihak dalam hubungan kerja. Dengan memahami direktur sebagai pengusaha karena diangkat oleh RUPS maka perlu untuk mengetahui asal usul dari direktur tersebut. Beberapa direktur umumnya berasal dari keluarga pemegang saham, profesional, pekerja perusahaan atau pekerja perusahaan lain yang mendapatkan penugasan khusus dari perusahaan tempatnya bekerja (kelompok usaha).

Sudut pandang hukum ketenagakerjaan Penulis akan mewarnai analisis pekerja perusahaan yang diangkat RUPS menjadi direktur, di perusahaan tempatnya bekerja dan anak perusahaan, terkait status kepegawaian dan hak-haknya.

Pertama, pekerja perusahaan yang diangkat RUPS menjadi direktur di perusahaan tempatnya bekerja secara umum mereka terpilih karena loyalitas, prestasi, integritas dan berbagai macam pertimbangan yang mendasari pemegang saham untuk mengangkat pekerja menjadi direktur. Ketidaktahuan dan suasana hati pekerja pada saat diangkat menjadi direktur kerap menghalangi keberanian untuk mempertanyakan haknya pada saat statusnya pekerja. Begitu juga perusahaan seolah “lupa” ada hak pekerja yang harus dibayarkan. Perselisihan hak kerap terjadi pada saat pekerja selesai masa jabatannya atau diberhentikan sebagai direktur.

SEMA No.1 Tahun 2022, menjadi referensi hukum bagi pengurus perusahaan (baca pengusaha) dan pekerja, untuk dapat memahami perubahan status pekerja, waktu berakhirnya hubungan kerja, dan hak pekerja yang diangkat menjadi direksi. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) melalui konsep hubungan kerja yang dirumuskan sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, sebenarnya telah gamblang membedakan antara pengusaha dengan pekerja. Kata kuncinya terletak pada perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan hukum, direksi hubungan hukumnya dengan perusahaan berdasarkan akta atau keputusan RUPS, sedangkan pekerja berdasarkan perjanjian kerja.

SEMA No.1 Tahun 2022, sejujurnya masih memerlukan sedikit penyempurnaan terkait besaran kompensasi PHK bagi pekerja yang menjadi direktur. Diketahui bersama komponen kompensasi PHK terdiri dari pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Alasan PHK dalam Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) memberikan pemahaman hukum bahwa alasan PHK linier dengan kompensasi.

Misalkan alasan PHK karena pensiun, kompensasinya pesangon 1.75 x masa kerja x upah, uang penghargaan masa kerja 1 x masa kerja x upah, dan uang penggantian hak. Alasan PHK karena pelanggaran Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), kompensasinya pesangon 0.5 x masa kerja x upah, uang penghargaan masa kerja 1 x masa kerja x upah, dan uang penggantian hak. Alasan PHK karena pekerja menjadi direksi tidak diatur dalam UUK, Perppu Cipta Kerja maupun PP 35/2021. Dengan begitu bagaimana menghitung kompensasi pesangonnya, karena diperlukan faktor pengali masa kerja dan upah, apakah 0.5 atau 1 atau 1.75 atau 2 atau sesuai keinginan pengusaha atau kesepakatan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait