Jerat Hukum dan Ancaman Pidana Pelaku Sodomi
Pidana

Jerat Hukum dan Ancaman Pidana Pelaku Sodomi

Pertanyaan

Bagaimanakah hukum sodomi dalam hukum pidana Indonesia? Lalu, apa perbedaan antara pencabulan dan sodomi itu sendiri? Masuk dalam pasal manakah hukum sodomi dalam hukum pidana Indonesia?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Sodomi tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tetapi perbuatan sodomi dapat dijerat dengan pasal pencabulan yang diatur dalam Pasal 290 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga, sodomi merupakan salah satu bentuk pencabulan.

Jika sodomi dilakukan pada anak di bawah umur, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 82 jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perubahannya.

Penjelasan selengkapnya dapat dibaca pada ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel berjudul Pasal untuk Menjerat Pelaku Sodomi yang pertama kali dipublikasikan pada 12 November 2018.

Akhir-akhir ini marak pemberitaan kasus kekerasan seksual, termasuk halnya sodomi. Dalam undang-undang, tindak pidana ini belum didefinisikan secara rinci. Lantas, apa arti sodomi? Mari simak penjelasan berikut.

 

Apa itu Sodomi?

Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat arti sodomi sebagai sanggama antarmanusia secara oral atau anal, biasanya antarpria; semburit.

Dalam sebuah jurnal berjudul Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Berupa Sodomi Ditinjau dari Psikologi Kriminil (Analisis Juridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan), menjelaskan sodomi adalah penyimpangan seksual terhadap pasangan seks yang berjenis kelamin sama dimana hubungan seksual dilakukan melalui anus.

Kemudian, Alodokter menyebutkan bahwa sodomi artinya adalah aktivitas seksual yang melibatkan masuknya penis ke dalam anus.

Perihal sodomi itu apa dalam konteks hukum, hukum pidana di Indonesia belum mengatur sodomi secara khusus. Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) hanya mengenal istilah pencabulan dan persetubuhan.

Akan tetapi, meski tidak diatur secara spesifik, perbuatan sodomi dapat dikategorikan sebagai pencabulan, sehingga dalam praktiknya, kasus sodomi dikenakan dengan pasal-pasal tentang pecabulan.

 

Jerat Pidana Pelaku Sodomi

Pelaku pencabulan, termasuk pelaku sodomi, dapat dijerat dengan Pasal 290 KUHP tentang pencabulan, yang berbunyi:

Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:

  1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
  2. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat dikawin.
  3. Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.

Jika perbuatannya dilakukan dengan sesama jenis yang mana pelakunya adalah orang dewasa terhadap anak di bawah umur, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 292 KUHP yang menyatakan:

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya hal belum dewasa itu, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.

Sementara itu, mengenai perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak di bawah umur diatur secara khusus dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menerangkan:

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang menerangkan bahwa:

  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
  2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
  4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
  6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
  7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
  8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Jadi menjawab pertanyaan Anda, istilah sodomi tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tapi merupakan salah satu bentuk pencabulan. Sehingga, perbuatannya dapat dijerat dengan pasal pencabulan sebagaimana kami jelaskan di atas.

 

Contoh Kasus Sodomi

Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung Nomor 115 PK/PID.SUS/2017, terjadi kasus sodomi bocah dalam waktu antara Januari 2013-Maret 2014. Akibat perbuatan sodomi ini, anak korban mengalami penderitaan fisik dan psikis (hal. 72-73). Putusan pada tingkat Peninjauan Kembali ini menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan tetap berlaku. Sehingga, permohonan peninjauan kembali dari terpidana ditolak (hal. 74).

Adapun Putusan Mahkamah Agung Nomor 2658 K/PID.SUS/2015 sebelumnya menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun dan denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan (hal. 81).

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

 

Putusan:

Putusan Mahkamah Agung Nomor 115 PK/PID.SUS/2017.

 

Referensi:

  1. Alodokter, diakses pada 15 Desember 2021 pukul 12.00 WIB;
  2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 15 Desember 2021 pukul 11.00 WIB;
  3. Arief Hidayat, dkk. Tindak Pidana Penyimpangan Seksual Berupa Sodomi Ditinjau dari Psikologi Kriminil (Analisis Juridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan). Jurna Mahupiki Vol. 3, No.1, 2014.
Tags: