Berdasarkan berita yang beredar, anggota Dewan Pers mengakui bahwa lembaga tersebut menerima laporan dari salah satu kementerian di Indonesia yang melaporkan sebuah media terkait konten yang mencatut nama menteri yang bersangkutan. Diketahui,�pemberitaan tersebut menuding menteri melakukan permainan jual beli izin tambang. Adapun hal itu merupakan informasi yang tidak terverifikasi. Sehingga, menteri yang bersangkutan keberatan karena sebagian informasi yang disampaikan ke publik mengarah kepada tudingan dan fitnah.
Kasus serupa saya alami juga. Saya sudah 3 kali diberitakan di koran dan media online dengan dugaan pungli yang menyebutkan nama lengkap beserta jabatan saya. Saya merasa berita tersebut tidak benar dan mencemarkan nama baik saya. Yang ingin saya tanyakan, langkah hukum apa yang bisa saya tempuh dan apakah saya bisa menuntut media cetak serta online tersebut?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Media cetak ataupun media online dapat dikategorikan sebagai pers sebagaimana dimaksud dalam UU Pers. Sehingga, ketentuan yang berlaku pada prinsipnya tunduk pada aturan dalam UU Pers sebagai lex specialis.
Atas pemberitaan pers yang merugikan seseorang atau badan hukum, maka yang bersangkutan dapat menempuh langkah hukum berupa memberikan hak jawab atau mengadukannya kepada Dewan Pers.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Cara Menanggapi Pemberitaan Media yang Merugikan Nama Baik yang dibuat oleh Made Wahyu Arthaluhur, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 25 Mei 2018.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Keberlakuan UU Pers sebagai Lex Specialis
Kami asumsikan bahwa media cetak dan media online yang Anda maksud termasuk dalam kategori pers sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 angka 1 UU Perssebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
Adapun pers diselenggarakan oleh perusahaan pers yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 2 UU Pers sebagai berikut:
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.
Jika terdapat berita dari pers yang merugikan seperti fitnah dan pencemaran nama baik, maka kami akan mengacu pada ketentuan dalam UU Pers. Hal ini karena UU Pers merupakan lex specialis dari UU ITEdan perubahannya maupun KUHP dan UU 1/2023sebagai lex generali, sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generali.
Hal tersebut diterangkan dalam Lampiran SKB UU ITE angka 3 huruf l yang menjelaskan bahwa pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis bukan UU ITE.
Selain itu, hal ini juga ditegaskan oleh Hinca IP Panjaitan dan Amir Effendi Siregar dalam buku Menegakkan Kemerdekaan Pers: “1001” Alasan, Undang-Undang Pers Lex Specialis, Menyelesaikan Permasalahan Akibat Pemberitaan Pers sebagaimana dikutip artikel Mekanisme Penyelesaian atas Pemberitaan Pers yang Merugikan.
Hinca dan Amir menjelaskan bahwa UU Pers merupakan lex specialis terhadap KUHP. Sehingga, apabila terdapat suatu permasalahan yang berkaitan dengan pemberitaan pers, peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UU Pers. Selain itu menurut mereka, dalam menjalankan kegiatan jurnalistiknya, wartawan tidak dapat dihukum dengan menggunakan KUHP sebagai suatu ketentuan yang umum (lex generali).
Langkah Hukum atas Pemberitaan Pers yang Merugikan
Mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi
Hak jawab dalam UU Pers adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.[1] Kemudian, pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi.[2]
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa hak jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggahpemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang mempublikasikannya.[3]
Hak jawab berisi sanggahan dan tanggapandari pihak yang dirugikan dan diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan dengan tembusan ke Dewan Pers.[4]
Pengajuan hak jawab dilakukan secara tertulis termasuk digital dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri.[5]
Selain itu, pihak yang dirugikan wajib memberikan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan data pendukung.[6]
Hak jawab dilakukan secara proporsional, dan jika disetujui para pihak, maka hak jawab dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, features, liputan talkshow, pesan berjalan, komentar media siber, dan format lain selain format iklan.[7]
Perlu diketahui bahwa hak jawab harus dilakukan dalam waktu secepatnya atau pada kesempatan pertama sesuai dengan sifat pers yang bersangkutan. Untuk pers cetak, hak jawab dimuat pada edisi berikutnya atau paling lambat dua edisi sejak hak jawab diterima. Sedangkan untuk pers televisi atau radio wajib memuat hak jawab pada program berikutnya.[8]
Apabila terdapat kekeliruan atau ketidakakuratan fakta yang bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong, pers harus meminta maaf.[9]
Hak jawab tidak berlaku jika setelah dua bulan sejak berita dipublikasikan pihak yang dirugikan tidak mengajukan hak jawab, kecuali atas kesepakatan para pihak.[10]
Adapun, hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.[11]
Ralat, koreksi, dan hak jawab juga berlaku terhadap media siber yaitu segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan UU Pers dan standar perusahaan pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers.[12]
Terhadap pemberitaan media siber, maka berlaku pula ralat, koreksi, dan/atau hak jawab yang wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab beserta waktu pemuatannya.[13]
Hal ini juga terkait Kode Etik Jurnalistik yang mengikat wartawan Indonesia, dimana Pasal 10 menyatakan bahwa wartawan segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Adapun, pers yang tidak melayani hak jawab ataupun hak koreksi dikenai pidana denda paling banyak Rp500 juta.[14]
Pengaduan ke Dewan Pers
Selain mekanisme hak jawab dan hak koreksi, pihak yang dirugikan dapat mengadukan pers yang bersangkutan ke Dewan Pers. Salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.[15]
Pertimbangan yang dimaksud tersebut menurut Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Pers adalah yang berkaitan dengan hak jawab, hak koreksi, dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Dalam konteks kasus Anda, apabila Anda telah menggunakan hak jawab Anda namun tidak dimuat atau tidak puas dengan keputusan perusahaan pers, maka Anda dapat mengadukan kepada Dewan Pers.
Anda dapat mengajukan pengaduan secara tertulis atau dengan mengisi formulir pengaduan yang disediakan oleh Dewan Pers dengan mencantumkan identitas diri yang dikirimkan ke alamat Dewan Pers ataupun melalui surel.[16]
Selanjutnya, Dewan Pers akan melakukan pemeriksaan atas bukti dan keterangan dari pengadu dan teradu, kemudian aduan akan diselesaikan melalui mekanisme surat menyurat, mediasi, dan atau adjudikasi.[17]
Jika mediasi tidak mencapai sepakat, maka Dewan Pers akan mengeluarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi yang ditetapkan melalui rapat pleno, kemudian disampaikan kepada pengadu dan teradu serta diumumkan secara terbuka.[18]
Pers sebagai pihak teradu wajib melaksanakan isi pernyataan penilaian dan rekomendasi dari Dewan Pers dan wajib memuat atau menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi di media bersangkutan.[19]
Jika pers tidak mematuhi pernyataan penilaian dan rekomendasi, maka Dewan Pers akan mengeluarkan pernyataan terbuka khusus untuk itu. Sementara jika rekomendasi pemuatan hak jawab tidak dilaksanakan, dapat berlaku ketentuan pidana berdasarkan Pasal 18 ayat (2) UU Pers.[20]
Terkait dengan bisakah pers digugat secara perdata atau dituntut secara pidana jika memublikasikan berita yang merugikan seseorang atau badan hukum tertentu, dapat Anda simak penjelasan selengkapnya dalam artikel Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers atas Berita yang Merugikan?
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.