Apakah dalam perbuatan tidak menyenangkan Pasal 335 KUHP harus terdapat unsur kekerasan atau ancaman kekerasan? Terima kasih, salam sejahtera.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Tadinya, selain kekerasan dan ancaman kekerasan, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP juga dapat dikenakan jika ada perbuatan tidak menyenangkan, sehingga pasal tersebut dikenal juga dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Namun, pasca Putusan MK 1/PUU-XI/2013, frasa āsesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkanā pada pasal tersebut telah dicabut atau tidak lagi berlaku, sehingga perbuatan yang dapat dijerat adalah pemaksaan terhadap orang lain dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judulĀ Perbuatan Tidak Menyenangkanyang dibuat olehĀ Supriyadi Widodo Eddyono, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 08 November 2010 kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Erizka Permatasari, S.H.pada Senin, 28 Januari 2019, dan kedua kalinya pada Selasa, 8 Februari 2022.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama danĀ UU 1/2023 tentangĀ KUHPĀ yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata ā mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihatĀ Pernyataan PenyangkalanĀ selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung denganĀ Konsultan Mitra Justika.
Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan
Sebelumnya kami akan membandingkan bunyi pasal KUHP perbuatan tidak menyenangkan yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan danUU 1/2023tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1]Ā yaitu tahun 2026, sebagai berikut.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 335 KUHP
Pasal 448 UU 1/2023
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta:[2]
1. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
2. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[3] setiap orang yang:
a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
b. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana.
Pasal di atas tadinya dinamakan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Sebelumnya, pasal tersebut dapat digunakan sebagai pasal perbuatan tidak menyenangkan di media sosial, yang oleh sebagian kalangan warganet disebut dengan undang-undang perbuatan tidak menyenangkan.
Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi (āMKā) melaluiĀ Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013Ā menyatakan bahwa frasa, āsesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkanā dalam pasal tersebut bertentangan denganĀ UUD 1945Ā danĀ tidak mempunyai kekuatan hukum mengikatĀ (hal. 40-41) atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus.
MK menilai frasa āsesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkanā dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Sebab, perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan tidak menyenangkan yang mana merupakan implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan, sebagaimana dijelaskan dalam artikelĀ MK Cabut Aturan Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Sehingga, rumusan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang tadinya mengatur pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Sehingga, unsur perbuatan tidak menyenangkanĀ tidak lagi berlakuĀ untuk Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP, dan pasal tersebut tidak lagi bisa disebut pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Unsur Pasal Pemaksaan dengan Kekerasan atau Ancaman
Untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur berikut:
Barang siapa;
Secara melawan hukum;
Memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu;
Memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Mengenai kekerasan dan ancaman kekerasan,Ā R. SoesiloĀ dalam bukuĀ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi PasalĀ (hal. 238) mengatakan, yang harus dibuktikan adalah:
Ada orang yang dengan melawan hak dipaksa melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu;
Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain.
Dalam hal ini, definisi ākekerasanā menurut R. Soesilo yakni menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya (hal. 98).
Selain itu, yang disamakan dengan āmelakukan kekerasanā ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah), sebagaimana disarikan dari artikelĀ Makna āIntimidasiā Menurut Hukum Pidana.
Jadi, pembuktian delik dalam pasal ini cukup dengan terpenuhinya salah satu dari 2 unsur tersebut, yakni ancaman kekerasan atau kekerasan.
Delik biasa adalah delik yang dapat diproses langsung oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan; dan
Delik aduan adalah delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Dilihat dari rumusan pasalnya, Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP atau Pasal 448 ayat (1) huruf a UU 1/2023 merupakan delik biasa. Sedangkan Pasal 335 ayat (1) butir 2 KUHP atau Pasal 448 ayat (1) huruf b UU 1/2023 merupakan delik aduan, sebab ditegaskan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana tersebut hanya dapat dijerat pidanaĀ apabila ada pengaduanĀ dari korban.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjutĀ di sini.