KPK Akui Kesalahan Prosedur dalam OTT Koorsmin Kabasarnas
Terbaru

KPK Akui Kesalahan Prosedur dalam OTT Koorsmin Kabasarnas

KPK menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh jajaran TNI. Bagi TNI, ada batas kewenangan yang jelas yaitu KPK memproses warga sipil, sementara anggota TNI aktif diperiksa oleh Pusat Polisi Militer. (Puspom) TNI.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (tengah) bersama Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI R. Agung Handoko (kanan) memberi keterangan pers usai pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/87/2023). Foto RES
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (tengah) bersama Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI R. Agung Handoko (kanan) memberi keterangan pers usai pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/87/2023). Foto RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui adanya kesalahan prosedur dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) terkait kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala Basarnas RI Marsdya Henri Alfiandi.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai pertemuan dengan Danpuspom TNI Marskal Muda TNI R. Agung Handoko di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jum’at (28/7/2023) seperti dilansir Antara.

Johanis mewakili KPK menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada seluruh jajaran TNI. "Kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan ke depan kami akan berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain dalam upaya penanganan pemberantasan tidak pidana korupsi," tuturnya.

Baca Juga:

Dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap sebelumnya, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI R. Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC) tidak sesuai dengan prosedur.

"Kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan (UU, red) sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka," kata Agung di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jum’at (28/7/2023).

Agung mengatakan pihaknya malah mengetahui soal penangkapan terhadap Letkol Adm Afri Budi Cahyanto dari pemberitaan di media. Yang bersangkutan kemudian diserahkan KPK ke Puspom TNI setelah 1x24 jam dengan status tahanan KPK. Ke depan, Agung berharap lembaga antirasuah bisa lebih kooperatif dengan pihak TNI karena ada perbedaan prosedur penanganan antara warga sipil dan personel militer.

Namun, Agung menegaskan akan sepenuhnya bekerja sama dengan KPK memberantas korupsi khususnya di lingkungan militer. "Jadi mari kita bersama-sama bersinergi untuk pemberantasan korupsi dan TNI sangat mendukung pemberantasan korupsi. Jadi jangan beranggapan kalau diserahkan TNI akan diamankan, tidak. Silakan, kita akan melaksanakan penyidikan secara terbuka. Rekan-rekan media bisa memonitor," tuturnya.

Sebelumnya, pada Rabu (26/7/2023), KPK telah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai tersangka oleh KPK lantaran diduga menerima suap sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek pengadaan barang di Basarnas dalam rentang waktu 2021-2023.

Wakil Ketua KPK Alexander menerangkan dalam perkara tersebut KPK telah menetapkan lima tersangka yakni Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Kemudian Komisaris Utama PT. Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan (MG), Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya (MR), dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil. Kasus tersebut terungkap setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023) di Cilangkap dan Jatisampurna, Bekasi.

Tidak ada prajurit kebal hukum

Terpisah, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro saat jumpa pers terkait dengan dugaan korupsi yang melibatkan anggota TNI di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) memastikan tidak ada prajurit kebal hukum.

Dalam jumpa pers di Mabes TNI, Jakarta, Jumat, Kababinkum TNI bersama Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda TNI Agung Handoko, Jaksa Muda Pidana Militer (Jampidmil) Mayjen TNI Wahyoedho Indrajit, Oditur Jenderal (Orjen) TNI Laksamana Muda TNI Nazali Lempo, dan Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono.

Namun demikian, kata Kababinkum TNI, penanganan kasus dan penindakan terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota TNI aktif harus dilakukan oleh perangkat hukum militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Oleh karena itu, lanjut dia, untuk setiap tindak pidana yang dilakukan oleh militer, prajurit aktif itu tunduk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Selain itu, tunduk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Jadi, pada intinya tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk pada aturan hukum," kata Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro.

Terkait penanganan kasus korupsi ini, dia menjelaskan ada batas kewenangan yang jelas yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memproses warga sipil. Sementara anggota TNI aktif diperiksa oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Puspom, dalam penanganan kasus itu, bertindak sebagai penyidik. Kemudian berkasnya jika lengkap dilimpahkan ke Oditur Militer yang berfungsi sebagaimana jaksa dalam sistem peradilan umum.

"Selanjutnya, melalui persidangan, dan Anda tahu semua, di peradilan militer itu, itu sudah langsung di bawah teknis yudisialnya Mahkamah Agung. Jadi, tidak ada yang bisa lepas dari itu," kata Kresno Buntoro.

Dalam perkembangannya saat ini, kata dia, dibentuk perangkat Jaksa Muda Peradilan Militer (Jampidmil). "Jampidmil itu sebetulnya dalam konteks koneksitas. Pengalaman juga bahwa Jampidmil sampai sekarang ini juga memproses perkara TWP (tabungan wajib perumahan prajurit TNI, red.), dan juga (korupsi pengadaan) satelit orbit 123."

Karena itu, dia menjamin tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum. Mereka yang melanggar atau diduga melanggar hukum, menjalani prosedur dan aturan yang berbeda dengan warga sipil. "Yakinlah tidak akan ada impunity (impunitas) terkait dengan pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh militer," katanya menegaskan. (ANT)

Tags:

Berita Terkait