Mengintip Praktik Mediasi di Berbagai Bidang
Utama

Mengintip Praktik Mediasi di Berbagai Bidang

Setiap mediator mempunyai tantangan dan hambatan yang dihadapi.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Jadi sangat penting melibatkan pemerintah sebagai co-mediator,” tukas Rian.

 

Selain perkara lingkungan, Rian juga menangani mediasi sengketa pertanahan, kasus-kasus konflik lahan antar masyarakat dan perusahaan, misalnya ternyata terdapat hak-hak masyarakat yang selama ini belum pernah dipenuhi oleh perusahaan, sementara pemerintah telah mengeluarkan izin clean and clear atau untuk sektor perkebunan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) sudah dikeluarkan oleh BPN. Dalam case ini, ketika masyarakat menuntut haknya, di sisi lain perusahaan juga menuntut haknya karena telah mendapatkan izin yang sah dari pemerintah.

 

(Baca Juga: Di Konferensi Mediator Terbesar se-Asia, Peradi Imbau Advokat Lakukan Pro Bono Mediasi)

 

Terlebih sertifikat di bawah tahun 2000 atau sebelum reformasi biasanya masih girik karena itu masyarakat tiba-tiba banyak yang mengaku tanah yang digunakan perusahaan adalah tanah nenek moyangnya (waris) dan sebagainya. Di situ mediator bisa hadirkan pengamat untuk menjelaskan proses yang dilalui perusahaan untuk mendapatkan HGU. Pokok persoalan inilah yang disebut Rian nantinya dapat dinegosiasikan,

 

Solusi yang biasanya diambil, kata Rian, tak perlu harus mengubah HGU, perusahaan bisa bernegosiasi untuk membayar sewa tanah atau memberikan kompensasi lahan per hektar yang digunakan. Sedangkan jika para pihak bersepakat untuk merevisi HGU, persoalan lain yang muncul belum tentu BPN ‘mau’ merevisi HGU tersebut.

 

“Jadi sewa dan kompensasi, itu solusi yang paling memungkinkan dalam konflik lahan,” tukas Rian.

 

Mediator Perkawinan dan Ekonomi Syariah

Ada dua hal yang menjadi fokus dalam perkara mediasi syari’ah yang disebutkan oleh Direktur Pusdiklat Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI), Agus Supriyanto, yakni perkara bidang Ahwalusyakhsiyyah (hukum keluarga) dan bidang hukum ekonomi syari’ah. Untuk kasus hukum keluarga, peran mediator didominasi oleh perkara-perkara perceraian dengan tantangan terbesarnya adalah mendamaikan hati yang tercerai-berai. Pendekatan yang digunakan untuk menangani perkara ini berpegang pada pendekatan keagamaan dari sisi fikih munakahat.

 

Di sini, kata Agus, para pihak diarahkan untuk kembali merenungkan tujuan pernikahan untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah (Samawa) yang memang tidak bisa diperoleh dengan mudah. Pasti ada ujian dan cobaan yang harus dilalui pasangan untuk memperoleh predikat ‘Samawa’ itu, misalnya persoalan ekonomi, karir hingga masuknya pihak ketiga. Persoalan itulah yang harus bisa diuraikan oleh mediator berdasarkan informasi yang didapatkan dari para pihak, agar ditemukan jalan keluar yang tepat.

 

“Jadi memang tidak mudah, karena objek mediasinya bukan benda, tapi hati,” tukas Agus.

 

Ditambahkan oleh Humas Mahkamah Agung yang telah lama memainkan peran sebagai mediator di berbagai perkara perceraian, Muhammad Nur, bahwa tantangan terbesar bagi mediator keluarga adalah mempertahankan suasana hati para pihak, karena hati yang rentan berbolak balik seringkali mengingkari kesepakatan yang telah ditetapkan pada pertemuan mediasi.

 

“Ibaratkan segelas air yang tumpah dan berserak, tugas mediatorlah untuk menyatukan kembali air yang berserak itu ke tempatnya semula. Bisa dibayangkan, jelas itu bukanlah perkara mudah,” kata Nur.

Tags:

Berita Terkait