Prof Bayu Dwi Anggono: Idealnya Pembaruan Penataan Perundang-undangan Dikelola Kementerian Khusus
Utama

Prof Bayu Dwi Anggono: Idealnya Pembaruan Penataan Perundang-undangan Dikelola Kementerian Khusus

Undang-undang sudah memberi tiga opsi solusi pendekatan kelembagaan: (i) melalui kementerian khusus; (ii) melalui Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK); dan (iii) melalui Lembaga Non-Struktural (LNS). Masing-masing opsi punya kekuatan dan kelemahan. Intinya lembaga itu harus langsung bertanggung jawab pada Presiden.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit
Prof Bayu Dwi Anggono menyampaikan Salam Pancasila di awal pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember, Sabtu (29/10/2022). Foto: NEE
Prof Bayu Dwi Anggono menyampaikan Salam Pancasila di awal pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Jember, Sabtu (29/10/2022). Foto: NEE

Ada sejumlah kata kunci yang tepat menjadi ilustrasi realita peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini: “tumpang-tindih”, “boros”, “liar”, “over-regulasi”, “obesitas regulasi”, dan “hiper regulasi”. Padahal, legislasi atau pembentukan peraturan perundang-undangan  yang baik adalah cermin pengejawantahan jati diri “Negara Hukum” yang ditegaskan dalam konstitusi.

“Kata-kata kunci tersebut menurut hemat saya justru dapat kita gunakan sebagai pelecut untuk senantiasa menggerakkan perubahan ke arah yang lebih baik,” kata Prof Bayu Dwi Anggono dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Perundang-undangan di Fakultas Hukum Universitas Jember (FH UNEJ), Sabtu (29/10/2022). Pidato ilmiah Bayu berjudul “Pembaruan Penataan Peraturan Perundang-undangan: Suatu Telaah Kelembagaan”.

Ilustrasi yang disampaikan Bayu itu sudah diakui sendiri oleh pemerintah. Dokumen Strategi Nasional Reformasi Regulasi yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) tahun 2015 lalu memetakan masalah kuantitas dan kualitas yang nyata terjadi. Tertulis juga di sana bahwa permasalahan peraturan perundang-undangan di Indonesia menunjukkan gejala konflik, inkonsisten, multitafsir, dan tidak operasional. Mengapa kondisi itu terjadi?

Baca Juga:

Ia melakukan analisis yang menghasilkan kesimpulan bahwa tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia tersebar di banyak lembaga. Pengelolaan peraturan perundang-undangan yang tidak terpadu ini menyulitkan Pemerintah sendiri. Setiap rancangan peraturan perundang-undangan gagal dipastikan efektif mendukung tujuan kebijakan pembangunan Pemerintah.

“Manajemen pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menunjukkan belum ada suatu badan dalam Pemerintah, yang bertanggung jawab penuh memastikan agar Peraturan Perundang-undangan mendukung tujuan kebijakan Pemerintah secara keseluruhan,” kata Bayu dengan merujuk analisis penunjang dari Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD).

Bayu sudah lama meneliti soal perundang-undangan di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, ia pernah menelaah 428 undang-undang untuk riset doktornya. Hasilnya adalah disertasi berjudul “Materi Muatan yang Tepat Dalam Pembentukan Undang-Undang, Serta Akibat Hukumnya: Analisis Undang-Undang Republik Indonesia yang Dibentuk Pada Era Reformasi (1999-2012)”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait