Siapakah pihak yang berwenang mengadili tindak pidana Pemilu? Apakah MK? Tetapi berdasarkan kewenangan MK mengenai pemilu, MK hanya berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Mohon jawabannya.
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pengadilan yang bewenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan Umum (“Pemilu”) adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, bukan Mahkamah Konstitusi (“MK”) karena MKberwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat finaluntuk perkara perselisihan tentang hasilPemilu, bukan tindak pidana Pemilu.
Dalam hal putusan Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana Pemilu merupakan putusan terakhir danmengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Pengadilan yang bewenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilihan Umum (“Pemilu”) adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, bukan Mahkamah Konstitusi (“MK”) karena MKberwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat finaluntuk perkara perselisihan tentang hasilPemilu, bukan tindak pidana Pemilu.
Dalam hal putusan Pengadilan Negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan Tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima. Putusan Pengadilan Tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana Pemilu merupakan putusan terakhir danmengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
pembubaran partai politik;
perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).[1]
Selain itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.[2]
Dari penjelasan tersebut dapat kita lihat bahwa terkait dengan pemilihan umum (“Pemilu”), memang benar MK hanya berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat finaluntuk perkara perselisihan tentang hasil Pemilu.Lalu pengadilan apa yang berwenang mengadili perkara tindak pidana dalam Pemilu?
Yang Berwenang Memutus Perkara Tindak Pidana Pemilu
Tindak Pidana Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU 7/2017”).
“Pemilu” yang dimaksud di sini adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[3]
Terkait dengan tindak pidana pemilu ini, Pasal 2 Perma 1/2018 mengatur bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berwenang memeriksa, mengadili dan memutus:
Tindak pidana pemilihan yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilihan yang diteruskan oleh Badan Pengawas Pemilu (“Bawaslu”), Bawaslu Provinsi, Panitia Pengawas (“Panwas”) Kabupaten/Kota kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam (satu kali dua puluh empat jam), sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwas Kabupaten/Kota dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (“Panwaslu”) Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilihan;
Tindak pidana pemilu yang timbul karena laporan dugaan tindak pidana pemilu yang diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 jam (satu kali dua puluh empat jam), sejak Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dan/atau Panwaslu Kecamatan menyatakan bahwa perbuatan atau tindakan yang diduga merupakan tindak pidana pemilu.
Sedangkan yang dimaksud dengan Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.[5]
Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam UU 7/2017.[6]
Dalam hal putusan pengadilan negeri diajukan banding, permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan. Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara banding paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima. Putusan pengadilan tinggi yang memeriksa dan memutus perkara banding dalam tindak pidana pemilu merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.[7]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, pengadilan yang bewenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana pemilu adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, bukan MK.Hal ini karenaMKberwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat finaluntuk perkara perselisihan tentang perkara perselisihan tentanghasilpemilu, bukan tindak pidana pemilu.