Saya tinggal di perumahan yang developernya bilang tidak akan banjir. Ternyata setelah tinggal selama 2 tahun setiap hujan besar akan banjir. Ketika diminta pertanggungjawaban, pihak developer selalu menghindar. Apakah pihak developer bisa digugat secara hukum?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Sebelum membangun suatu perumahan, pihak pengembang (developer) dalam tahapan perencanaan harus memastikan adanya saluran pembuangan air hujan atau drainase sebagai salah satu prasarana yang harus disediakan. Hal ini penting, sebab pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui sistem Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) hanya dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan, di antaranya terbangunnya prasarana, sarana, dan utilitas umum berupa saluran pembuangan air hujan/drainase.
Jika ketiadaan drainase tersebut menyebabkan terjadinya banjir dan merugikan pembeli/penghuni, maka yang bersangkutan dapat menggugat pihak developer atas perbuatan melawan hukum atau wanprestasi jika hal tersebut juga telah diperjanjikan.
Selain itu, ada juga ketentuan pidana yang bisa dikenakan kepada pihak developer.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Inez Karina Worotikan, S.H. dari Leks&Co dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 26 Februari 2013.
Sebelumnya, perlu diketahui bahwa dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana diatur dalam UU 1/2011 sebagaimana telah diubah, dihapus, dan/atau dimuat pengaturan baru oleh UU Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya, dilakukan perencanaan perumahan yang terdiri atas perencanaan & perancangan rumah dan perencanaan prasarana, sarana, & utilitas umum perumahan.[1]
Hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi standar, yang meliputi: [2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ketentuan umum, minimal memenuhi:
Aspek keselamatan bangunan;
Kebutuhan minimum ruang; dan
Aspek kesehatan bangunan.
Standar teknis, yang terdiri atas:
Pemilihan lokasi rumah;
Ketentuan luas dan dimensi kaveling; dan
Perancangan rumah, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal, beserta perpipaan (plumbing) bangunan rumah.
Sama halnya dengan hasil perencanaan dan perancangan rumah, prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan juga harus memenuhi standar, yang meliputi:[3]
Ketentuan umum, minimal memenuhi:
Kebutuhan daya tampung perumahan;
Kemudahan pengelolaan dan penggunaan sumber daya setempat;
Mitigasi tingkat risiko bencana dan keselamatan; dan
Terhubung dengan jaringan perkotaan existing.
Standar teknis, meliputi:
Standar prasarana, minimal meliputi:
Jaringan jalan;
Saluran pembuangan air hujan atau drainase;
Penyediaan air minum;
Saluran pembuangan air limbah atau sanitasi; dan
Tempat pembuangan sampah.
Standar sarana, minimal meliputi:
Ruang terbuka hijau; dan
Sarana umum, minimal meliputi rumah ibadah, taman tempat bermain anak-anak, tempat olahraga, dan papan penunjuk jalan.
Standar utilitas umum, minimal tersedianya jaringan listrik.
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum membangun suatu perumahan, pihak pengembang (developer) dalam tahap perencanaan harus memastikan adanya saluran pembuangan air hujan atau drainase yang merupakan salah satu prasarana yang harus disediakan. Hal ini penting, sebab pemasaran oleh pelaku pembangunan melalui sistem Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) hanya dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan, di antaranya terbangunnya prasarana, sarana, dan utilitas umum berupa saluran pembuangan air hujan/drainase.[4]
Bahkan, dalam hal pelaku pembangunan hendak melakukan pemasaran, pelaku pembangunan wajib menyampaikan informasi yang benar, jelas, dan menjamin kepastian informasi mengenai perencanaan dan kondisi fisik yang ada kepada masyarakat, dengan memuat minimal:[5]
Nomor surat keterangan rencana kabupaten/kota;
Nomor sertifikat hak atas tanah atas nama pelaku pembangunan atau pemilik tanah yang dikerjasamakan dengan pelaku pembangunan;
Surat dukungan dari bank/bukan bank;
Nomor dan tanggal pengesahan untuk pelaku pembangunan berbadan hukum atau nomor identitas untuk pelaku pembangunan orang perseorangan serta identitas pemilik tanah yang melakukan kerja sama dengan pelaku pembangunan;
Nomor dan tanggal penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG);
Rencana tapak perumahan atau rumah susun;
Spesifikasi bangunan dan denah rumah atau gambar bangunan yang dipotong vertikal dan memperlihatkan isi atau bagian dalam bangunan dan denah satuan rumah susun;
Harga jual rumah atau satuan rumah susun;
Informasi yang jelas mengenai prasarana, sarana, dan utilitas umum yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan; dan
Informasi yang jelas mengenai bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama untuk pembangunan rumah susun.
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa prasarana, sarana, dan utilitas umum yang menjadi informasi pemasaran juga merupakan salah satu hal yang diperjanjikan dalam PPJB.[6]
Oleh karena itu, dalam hal ternyata pihak developer tidak menyediakan saluran pembuangan air hujan/drainase sebagaimana dimuat dalam dokumen PPJB sehingga mengakibatkan perumahan mengalami kebanjiran, maka Anda selaku pembeli dapat menggugat pihak developer atas perbuatan melawan hukum atau wanprestasi jika hal tersebut juga telah diperjanjikan.
Jika Developer Mengiklankan Perumahan Bebas Banjir
Selain itu, dalam hal pihak developer menjanjikan unit rumah di perumahan yang dijual tersebut bebas banjir yang dinyatakan dalam iklan atau promosi penjualan, namun ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya, maka secara hukum pihak developer tersebut telah melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan:
Pelaku usaha dilarang untuk memproduksi atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa.
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.[7] Selain itu, dalam hal Anda sebagai konsumen mengalami kerugian akibat tindakan developer tersebut, maka Anda selaku konsumen dapat pula menggugat pihak developer melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (“BPSK”) atau melalui pengadilan.[8]
Namun demikian, dalam praktik dan berdasarkan beberapa doktrin hukum, dapat diketahui bahwa peristiwa banjir juga dikategorikan sebagai suatu peristiwa alam, sehingga akan terdapat suatu argumentasi bahwa peristiwa banjir dalam komplek perumahan Anda tersebut merupakan peristiwa alam dan membebaskan pihak developer dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakannya.
Untuk itu, dalam hal Anda ingin melakukan suatu upaya hukum terhadap pihak developer untuk mempertanggungjawabkan peristiwa banjir tersebut, maka kami menyarankan agar Anda terlebih dahulu mempelajari dan mengkaji dokumen maupun fakta yang ada di lapangan untuk mendapatkan suatu fakta hukum apakah banjir dalam perumahan Anda tersebut adalah murni karena peristiwa alam atau karena terdapatnya kesalahan pihak developer dalam pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.