Balada Ganti Kelamin di Pengadilan, Tak Semudah Harapan
Feature

Balada Ganti Kelamin di Pengadilan, Tak Semudah Harapan

Tiap kasus bisa berbeda-beda. Kepentingan pemohon dan alasan hukum pemohon yang harus jadi pertimbangan hukum utama bagi hakim yang memiliki ideologi hukum masing-masing.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 6 Menit

“Berganti kelamin karena pilihan itu akan tetap punya kondisi fisik laki-laki. Ini akan merugikan rekan-rekan berjenis kelamin perempuan bawaan lahir dalam kompetisi olahraga atau perlakuan di pekerjaan tertentu misalnya,” ujar Djarot melanjutkan. Ia membandingkan dengan Thailand yang tetap mengidentifikasi transeksual sebagai kategori terpisah.

“Jadi misalnya kalau cabang olahraga untuk perempuan tidak akan menerima atlet transeksual, dia tetap tidak bisa disamakan sebagai perempuan.” Pendekatan semacam ini ia anggap lebih adil atas nama kesetaraan hak dan kewajiban. Fakta bahwa tetap ada perbedaan organ tubuh dan hormon bawaan jenis kelamin asal tidak bisa sepenuhnya diatasi dengan operasi ganti kelamin.

Basuki Rekso Wibowo, Guru Besar Hukum Acara Perdata Universitas Nasional, mengatakan penetapan ganti kelamin di Indonesia berpengaruh pada aspek hukum perdata. “Kalau ada hakim yang menolak juga tidak salah. Kita tidak terikat sistem preseden,” ujar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (Puslitbang Mahkamah Agung) periode tahun 2009-2018 ini.

“Penyikapan pengadilan terhadap permohonan ganti kelamin sangat bergantung pada ideologi hukum (yang dianut, red) dari hakim. Ada yang beralasan karena melanggar kodrat Tuhan, ada yang berpandangan fungsional-sosiologis demi batin pemohon,” bebernya. Permohonan penetapan ganti kelamin itu sendiri adalah tindakan perdata yang dimungkinkan oleh hukum Indonesia. “Tiap kasus bisa berbeda-beda. Kepentingan pemohon dan alasan hukum pemohon yang harus jadi pertimbangan hukum utama oleh hakim,” kata dia.

Upaya hukum terhadap penetapan pengadilan adalah kasasi langsung ke Mahkamah Agung. Hal itu karena tidak ada unsur sengketa para pihak dalam perkara jenis permohonan ini. “Permohonan penetapan itu ke pengadilan sesuai alamat domisili pemohon. Kalau ditolak lalu bersiasat, permohonan ulang saja ke pengadilan lain dengan lebih dulu mengganti alamat domisili sesuai kompetensinya,” kata Basuki. Ia menilai siasat itu tidak akan menjadi nebis in idem karena sifatnya bukan putusan sengketa. “Tidak ada pihak lain yang ditunggu untuk terlibat membela kepentingannya, bisa lanjut saja,” katanya.

Tags:

Berita Terkait