Intisari :
Terhadap kasus penipuan yang sedang dihadapi kakak Anda, kami menyarankan untuk melakukan upaya hukum dengan menggugat biro travel atas kerugian yang kakak Anda derita atas dasar wanprestasi ataupun menuntut pidana atas tindak pidana penipuan. Kemudian mengenai keluhan yang Anda sampaikan di Instagram atas penipuan yang dilakukan oleh biro travel tersebut, sebenarnya biro perjalanan tersebut dapat saja menuntut Anda atas tuduhan pencemaran nama baik. Namun hal ini perlu pembuktian lebih lanjut oleh penegak hukum di persidangan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Penipuan oleh Biro Perjalan Umrah
Jika tidak
memberangkatkan calon jamaah umrah sebagaimana yang terlah disepakati antara penyelenggara dan jemaah haji dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1miliar.
[1]
Selain itu, jasa
travel (perjalanan) umrah itu juga dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan yang diatur dalam Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Tidak hanya itu kakak Anda juga dapat menggugat biro perjalan umrah tersebut atas tindakan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ke pengadilan negeri setempat.
Apakah Menyampaikan Keluhan di Instagram Dapat Dipidana?
Terkait pertanyaan Anda apakah tindakan Anda yang menyampaikan keluhan dapat dipidana atau tidak, perlu dilihat sejauh mana Anda menyampaikan keluhan atas biro perjalanan umroh tersebut di Instastory Instagram (ruang publik) dan perbuatan tersebut dapat memenuhi unsur-unsur perbuatan pencemaran nama baik. Berikut ulasannya:
Pasal 27 ayat (3) UU ITE:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan pasal ini diancam dengan Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Sebelum ada UU 19/2016, tidak ada definisi pencemaran nama baik di UU ITE. Namun saat ini, berdasarkan Penjelasan Pasal 27 ayat (3) UU 19/2016, disebutkan bahwa ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik atau fitnah yang diatur dalam KUHP, khususnya Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP. Dalam KUHP diatur dengan tegas bahwa penghinaan merupakan delik aduan.
Pasal 310 KUHP
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
R Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Lebih lanjut R. Soesilo dalam buku yang sama (hal.225) menjelaskan 2 jenis penistaan/ pencemaran nama baik:
Penistaan (Pasal 310 ayat (1) KUHP)
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.
Sehingga dari ketentuan Pasal 310 KUHP tersebut, harus dibuktikan unsur-unsur sebagai berikut:
Unsur kesengajaan;
Unsur menyerang kehormatan dan nama baik;
Unsur di muka umum.
Jadi untuk dapat dipidana atas tuduhan pencemaran nama baik di media sosial, perlu adanya pembuktian unsur-unsur pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal di atas dalam persidangan.
Contoh Kasus
Sebagai refrensi sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel
PN Tangerang Vonis Bebas Prita Buka Perdamaian Dengan RS Omni, kasus serupa pernah terjadi pada Prita Mulyasari. Ia dilaporkan oleh RS Omni Internasional atas tuduhan pencemaran nama baik melalui pesan elektronik. Email tersebut berisikan pengalaman buruknya saat dirawat di unit gawat darurat RS tersebut.
Email yang dikirimkan Prita kepada temannya adalah sebagai berikut “Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.”
Meskipun setelah melewati proses persidangan yang panjang, kasus pencemaran nama baik yang dilakukan Prita baru diputus tidak bersalah pada upaya Peninjauan Kembali (PK) oleh Majelis Hakim di Mahkamah Agung dengan
Putusan Nomor 225 PK/Pid.sus/2011. Putusan PK ini telah membatalkan Putusan kasasi Mahkamah Agung (“MA”) Nomor:882 K/Pid.Sus/2010 dalam perkara pidana pencemaran nama baik yang diputus pada 30 Juni 2011. Sehingga menyatakan Prita tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa, alias bebas murni. Karena itu, majelis memerintahkan untuk memulihkan nama baik, harkat, dan kedudukannya. Sebelumnya MA dalam putusan kasasinya memutus bersalah Prita berdasarkan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Menurut ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) dalam artikel
Akhirnya MA Bebaskan Prita Mulyasari, putusan Peninjauan Kembali atas Kasus Prita Mulyasari ini setidaknya bisa mengurangi rasa takut pada masyarakat luas, dalam menyampaikan pendapat, informasi atau berekspresi, khususnya secara tertulis melalui dunia maya. Karena tak dipungkiri, pidana penjara merupakan pidana yang menakutkan bagi tiap orang. Meskipun tingkat pidananya rendah, namun pidana penjara dapat menghadirkan dampak-dampak mendalam lainnya.
Masih dari sumber yang sama, kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat strategis dalam menopang jalannya kehidupan demokrasi. Hak ini dijamin dan dilindungi oleh Negara. Namun, dalam rezim hukum dan hak asasi manusia, selain menjamin kebebasan berekspresi ini, negara juga menjamin hak individu atas kehormatan atau reputasi. Dalam banyak kasus, Pengadilan lebih memilih untuk mendahulukan hak atas reputasi daripada mempertimbangkan keduanya secara seimbang dan seksama. Perlindungan terhadap hak atas reputasi tidak boleh mengancam kebebasan berekspresi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 45 ayat (1) huruf c jo. 64 ayat (2) UU 13/2008