Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.
Anda tidak menjelaskan eksploitasi apa yang dimaksud, oleh karena itu kami asumsikan perlakuan eksploitasinya sesuai dengan definisi di atas.
Eksploitasi merupakan tujuan atau akibat dari perdagangan orang, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 UU 21/2007 perihal definisi perdagangan orang sebagai berikut:
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sebagai informasi bahwa dalam UU 21/2007 subjeknya meliputi:
[1]Korban, adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
Setiap Orang, adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Terkait pertanyaan Anda, Pasal 4 UU 21/2007 membahas mengenai tindak pidana perdagangan orang yang membawa WNI dengan maksud untuk dieksploitasi ke luar wilayah Indonesia, selengkapnya sebagai berikut:
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Sebagai informasi Menurut
Hani Adhani, dalam artikel
Melindungi Pekerja Migran Indonesia, bahwa sudah ada
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (“UU 18/2017”) yang memiliki semangat sebagaimana dituangkan dalam Penjelasan Umum UU 18/2017 adalah agar pekerja migran Indonesia terlindungi dari perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Selain itu, dalam UU 18/2017 ini, sudah ada regulasi yang lebih baik dan dapat menjadikan patokan untuk menjadikan Pekerja Migran Indonesia (PMI) kita lebih memiliki nilai
bargaining position yang jelas sesuai dengan
skill dan kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing PMI.
Melihat UU 18/2017, ada yang namanya Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yaitu setiap tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. CPMI disini berarti sebelum WNI berangkat bekerja ke luar negeri.
Berarti pemerintah telah memberikan perlindungan karena CPMI wajib mengikuti proses yang dipersyaratkan sebelum bekerja.
[2]
Kembali ke pertanyaan Anda apakah agen pengirim tenaga kerja ke luar negara Republik Indonesia untuk dieksploitasi dapat dijerat menggunakan Pasal 4 UU 21/2007 atau tidak, untuk itu perlu diuraikan unsur-unsurnya sebagai berikut:
Agar dapat dipidana atas dasar tindak pidana perdagangan orang, maka kesemua unsur di atas harus terpenuhi.
[3] Apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi, maka tidak dapat dipidana.
Contoh Kasus
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “secara bersama-sama melakukan permufakatan jahat melakukan perdagangan orang untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia” sebagaimana diatur dalam Pasal 4 jo. Pasal 11 jo. Pasal 48 ayat (1) UU 21/2007.
Dalam kasus ini terdapat sedikit perbedaan dengan pertanyaan Anda, bahwa terdakwa bersama-sama melakukan permufakatan jahat melakukan perdagangan orang untuk dieksploitasi di luar Indonesia, sehingga dipidana selama 3 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 120 juta subsidair pidana kurungan selama 1 bulan. Selain itu terdakwa juga dihukum untuk membayar restitusi kepada beberapa saksi korban, masing-masing sejumlah Rp 3 juta subsidair pidana kurungan 1 bulan.
Pada dasarnya terdakwa memenuhi unsur Pasal 4 UU 21/2007. Dalam pertimbangan majelis hakim, dijelaskan perihal unsur dengan maksud sebagai berikut: Terdakwa yang telah mengurus medical check up, membuatkan passport dan mengurus keberangkatan para saksi korban ke luar wilayah negara Republik Indonesia yaitu Hongkong (namun akhirnya hanya sampai di Kuala Lumpur Malaysia) dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia karena jelas terdakwa mengetahui bahwa para saksi korban tidak dibekali keterampilan, tidak memiliki dokumen perjanian kerja, tidak diasuransikan sebagai dasar perlindungan dan tidak memiliki izin pengiriman tenaga kerja, maka unsur dengan maksud ini ini telah terpenuhi dalam perbuatan terdakwa.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 1 angka 3 dan angka 4 UU 21/2007
[2] Pasal 12 ayat (1) UU 18/2017
[3] Pasal 1 angka 2 UU 21/2007