Apakah ada peraturan ketenagakerjaan yang mengatur waktu lamanya training atau masa percobaan untuk karyawan swasta? Apabila karyawan training/masa percobaan tidak ingin melanjutkan masa training/percobaan atas alasan pribadi, apakah perusahaan bisa melarang karyawan training tersebut dengan menahan ijazah yang sebelumnya ditahan perusahaan ketika pertama karyawan melakukan training?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Masa percobaan hanya dapat diberlakukan bagi pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) dan tidak dapat diberlakukan dalam perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”). Apabila dalam PKWT diberlakukan ketentuan masa percobaan, maka ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum atau dianggap tidak berlaku.
Lalu, bagaimana jika pekerja ingin mengundurkan diri dalam masa percobaan namun dilarang oleh perusahaan dengan cara menahan ijazahnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H.dan dipublikasikan pertama kali pada 4 April 2019.
Perjanjian kerja di Indonesia dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu:[1]
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (“PKWT”), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.[2]
Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”), yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.[3]
Perlu diketahui, sebagaimana diterangkan dalam Konsekuensi Jika Karyawan Di-PHK dalam Masa Percobaan, masa percobaan hanya dapat diberlakukan bagi pekerja PKWTT dan tidak dapat diberlakukan dalam PKWT. Apabila dalam PKWT diberlakukan ketentuan masa percobaan, maka ketentuan tersebut menjadi batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.[4]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Batal demi hukum tersebut menurut Mantan Hakim AdHoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat periode 2006-2016, Juanda Pangaribuan dalam artikel Akibat Hukum Adanya Probation Sebelum Jadi Pegawai Kontrak, artinya masa percobaan dianggap tidak pernah ada, sehingga PKWT tetap berjalan tanpa masa percobaan.
Untuk masa percobaan dalam PKWTT dilakukan maksimal 3 bulan. Dalam masa percobaann kerja tersebut, pengusaha dilarang membayar upah di bawah minimum yang berlaku.[5]
Syarat masa percobaan kerja harus dicantumkan dalam perjanjian kerja. Apabila perjanjian kerja dilakukan secara lisan, maka syarat masa percobaa kerja harus diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan. Dalam hal tidak dicantumkan dalam perjanjian kerja atau dalam surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan kerja dianggap tidak ada.[6]
Pengunduran Diri Pada Masa Percobaan
Anda tidak menyebutkan secara rinci jenis perjanjian kerja Anda. Jika PKWT, berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa terhadap pekerja PKWT tidak bisa diadakan masa percobaan. Apabila pekerja PKWT ingin mengundurkan diri sebelum jangka waktu PKWT berakhir, maka ia diwajibkan untuk membayar ganti rugi sebesar upahnya sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.[7]
Tetapi karena Anda menyebutkan adanya masa percobaan, maka kami asumsikan kontrak kerja Anda adalah PKWTT. Mengenai mengundurkan diri pada masa percobaan kerja, sebagaimana pernah dijelaskan dalam Sudah Mengundurkan Diri Tapi Ditahan Perusahaan, pada praktiknya, selama masa percobaan baik pihak pengusaha maupun pekerja dapat memutuskan hubungan kerja tanpa harus memenuhi jangka waktu minimal pemberitahuan pengunduran diri. Mengenai hal ini umumnya diatur dalam Peraturan Perusahaan (“PP”), Perjanjian Kerja (“PK”) atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”).
Sementara itu, ketentuan pengunduran diri harus memenuhi syarat yaitu:[8]
mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
Melarang Karyawan Resign dengan Menahan Ijazah
Jadi, pada dasarnya perusahaan tentu tidak bisa melarang karyawan untuk mengundurkan diri dan tidak boleh menghalanginya dengan cara menahan ijazah pekerja.
Adapun mengenai penahanan ijazah, hal ini bisa dilakukan sepanjang disepakati para pihak. J. Satrio, sebagaimana dikutip dalam artikel Penahanan Ijazah (2) menyatakan, hal tersebut diperbolehkan, sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
Jika memang telah disepakati di awal penahanan ijazah, menurut hemat kami, tentu ijazah harus dikembalikan saat hubungan kerja telah berakhir dan kedua belah pihak sudah melaksanakan kewajibannya masih-masing. Dalam hal ini, jika diperjanjikan bahwa jika megundurkan diri, untuk mendapatkan ijazah, Anda harus membayar ganti rugi dan lain sebagainya, tentu sebaiknya Anda mengedepankan upaya kekeluargaan untuk menyelsaikan masalah ini yakni dengan membicarakannya secara baik-baik dengan pihak perusahaan.
Mengenai penahanan ijazah ini, Dosen Hukum Perburuhan Universitas Trisakti, Yogo Pamungkas, dalam Ijazah Ditahan Saat Masuk Kerja? Ini Penjelasan Hukumnya berpendapat, penahanan ijazah harus dilihat kasus per kasus. Ia mengatakan, dirinya tidak bisa menilai apakah praktik menahan ijazah asli bisa dibenarkan atau disalahkan, sebelum melihat kasusnya secara detail. Menurut Yogo, masalah penahanan ijazah ini juga berkaitan erat dengan perjanjian kerja yang ditandatangani oleh karyawan dan perusahaan. “Harus dilihat dulu bagaimana perjanjian kerjanya,” katanya (hal. 2).
Selama hal tersebut diatur dalam kontrak kerja secara jelas dan disepakati para pihak, menurut Yogo, hal itu sah-sah saja. Yogo menyatkan bahwa perjanjian kerja bersifat otonom. Artinya, isinya dapat memperjanjikan apapun selama memenuhi asas kebebasan berkontrak (hal. 2).
Kembali kami tekankan, bahwa ijazah yang ditahan oleh perusahaan harus dikembalikan kepada karyawan yang bersangkutan apabila karyawan telah melaksanakan kewajibannya (misal membayar ganti rugi atau kompensasi lainnya). Jika sudah diperjanjikan, namun tidak kunjung dikembalikan, maka karyawan dapat menggugat wanprestasi perusahaan tersebut, atas dasar Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yang berbunyi:
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Pada permasalahan ini, seharusnya karyawan bisa melamar pekerjaan di tempat lain dengan ijazah tersebut, untuk itu perusahaan wajib membayar kerugian yang diderita karyawan. Karena secara prinsip, pekerja memiliiki kebebasan dalam memiih pekerjaan, sesuai dengan bunyi Pasal 31 UU 13/2003:
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.